POTRET BATANG

Sabtu, 21 November 2009

BEROBSESI JADI PETERNAK YANG SUKSES

Melihat Potensi Alam di Wilayah Batang yang Sangat Mendukung bagi peternakan Kelinci, Kambing, dan Sapi, maka kami mencoba akan mendirikan Paguyuban TANAH MULYA. Di Area yang tak begitu luas ( 800 m2) di Desa Kemiri Timur Kecamatan Subah, di sanalah rencana kami bangun Tempat Sekretariat sekaligus Peternakan Kelinci Australia, Kambing, dan Sapi. Bukan tak beralasan kami memilih tempat ini. Selain sudah dua tahun kami mencoba"menggembalakan ternak dengan sistem Gado"Bagi Hasil" dan berhasil, di wilayah ini ternyata didukung oleh kegemaran penduduk untuk beternak.Dan suplay makanan ternakpun melimpah karena berada di kawasan Alas Roban perkebunan PTP yang luas, dan beberapa industri tahu yang limbahnya dapat digunakan sebagai suplay konsentrat yang kaya dengan nutrisinya.Tempat penggilingan padi pun banyak. Sehingga untuk mencari bekatul sebagai tambahan NUTRISI juga tidak kesulitan. Sampai saat ini, kami sudah memiliki hampir 30 ekor kelinci Australia yang rencana akan kami kembangbiakan bersama kambing etawa dan sapi unggulan yang Insya Allah akan kami sediakan setelah tempat Peternakan selesai dibangun. Studi peternakan telah kami lakukan. Antara lain di Lembah Hijau Solo dan di Paguyuban Kemiri Kebo Sleman. Mudah-mudah dapat sebagai bekal untuk mensukseskan rencana kami dalam beternak dan memberdayakan warga batang untuk turut ikut berternak. Kami optimis dengan adanya paguyuban ini akan mampu mengajak masyarakat sekitar untuk meningkatkan kesejahteraan melalui usaha berternak. Semoga, rencana ini mendapat dukungan dari masyarakat dan pemerintah batang. Semoga sukses....

Selasa, 06 Oktober 2009

Wakil Bupati Batang Kukuhkan 165 Kepala SD

Sebanyak 165 kepala SD, 15 kepala SMP, 1 kepala SMK, 4 Pengawas TK dan SD serta 1 Kepala Puskesmas Kamis (10/9) dikukuhkan oleh Wakil Bupati Batang, Drs. H. Achfa Macfudz, M.Si. Acara pengukuhan sekaligus penyerahan Surat Keputusan berlangsung di Pendopo Kantor Bupati Batang.
Dalam sambutannya, - Batangkab.go.id ( 11 September 2009 09:14:31 )
Wakil Bupati mengatakan bahwa regulasi penugasan guru sebagai kepala sekolah diatur dalam Keputusan Menteri Pendidikan Indonesia Nomor : 162/U/2003 tanggal 24 Oktober 2003 tentang Pedoman Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 tahun 2007 tanggal 28 Maret 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah dan Peraturan Bupati Batang Nomor 4 Tahun 2008 tanggal 10 April 2008 tentang Penugasan Guru Pegawai Negeri Sipil sebagai Kepala Sekolah di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Batang. Pedoman–pedoman ini secara eksplisit mencantumkan syarat umum yang bersifat kumulatif dan syarat khusus yang bersifat kualitatif yang harus dipenuhi calon kepala sekolah. “Selain itu, pedoman ini juga mencantumkan tentang masa kerja guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah, yaitu selama 4 (empat) tahun. Seterusnya jabatan kepala sekolah dapat diperpanjang dan diangkat kembali untuk satu kali masa tugas. Proses seperti ini memungkinkan kepala sekolah untuk melakukan peninjauan ulang terhadap kinerjanya dan memungkinkan kepala sekolah tidak lepas dari jabatannya sebagai seorang profesional, “ ungkap Wabup Achfa Mahfudz.
Dengan berpedoman pada Keputusan dan Peraturan ini, diharapkan arah pembinaan kemampuan profesional guru dapat lebih terarah dan terbuka dalam tata cara pengangkatan menjadi kepala sekolah. “Oleh karena itu, saya mengharapkan para kepala sekolah dan guru dapat mempelajari serta memahami peraturan ini dengan sebaik–baiknya, sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman dalam menilai pengangkatan kepala sekolah, karena kita telah melaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku,” harapnya.
Disampaikan juga, bahwa pengukuhan tersebut berimplikasi kepada pertanggungjawaban suatu pekerjaan yang semakin ke depan semakin berat. Dalam hal ini, seorang pemimpin harus memberikan contoh yang baik, dan bukan berteori saja. Dalam dunia pendidikan, diharapkan kepala sekolah dan guru dapat memberikan bimbingan kepada siswa secara lebih profesional. Salah satunya, pendidikan budi pekerti, yang akan menjadikan anak didik tetap memiliki nilai-nilai moral yang tinggi. “Saya berharap, pendidikan budi pekerti tetap diajarkan di sekolah. Dengan mempelajari budi pekerti, anak akan memilki sikap menghormati dan menghargai sesama,” kata Wabup Achfa Mahfudz.
Terkait pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi, Wabup. Achfa berharap kemajuan teknologi tidak menjadikan generasi penerus korban teknologi, seperti menyimpan file–file pornografi, yang berakibat merugikan siswa itu sendiri. “Oleh karena itu guru mempunyai peran penting untuk mengantisipasi siswa agar tidak menjadi korban teknologi, tetapi tepat dalam menggunakannya. Lebih dari itu, siswa bisa serius dalam belajar,” tandas Wabup.
Sementara itu, pejabat yang dikukuhkan antara lain Drs.Sulistio sebagai Kepala SMK 1 Kandeman dan dr. Setio Umboro sebagai Kepala Puskesmas Kecamatan Reban.(humas)





Jumat, 18 September 2009

SAYA MENGUCAPKAN:SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1 SYAWAL 1432 H


MOHON MAAF LAHIR DAN BATHIN
Semoga Allah SWT mengampuni dosa kita, menerima ibadah kita, memudahkan urusan kita dan mengabulkan do'a kita. Amin.......






BISMILLAH
Sepi yang istiqomah
Telah terhitung sebelas purnama
Ternyata kita belum bisa tengadah
Belum bisa apa-apa
Kalau tak ada lagi yang kumiliki
Bahkan akupun bukan milikku
Maka akan mencari

BISMILLAH
Di penghujung Ramadlan ini
Ku pasrahkan sujudku
Aku yakin
Kau ada bersama
Di bibir basah dengan Al-Husna
di setiap takbir keagungan-Nya
Allahu Akbar.....Allahu Akbar.......
Dalam do'a atas segala ampunannya

Taqoballahu minna wa minkum
Shiyamanaa Wa shiyamakum
Kullu'a Amin Wa antum bi khoirin
Minal Aizin wal faizin

KARSO MULYO SEKELUARGA


Sabtu, 12 September 2009

Profil Relawan : " PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT ( Berawal dari Empati & Rasa Memiliki ) "

01 June 2009

Kelurahan Karangasem Utara Kec. Batang termasuk dalam wilayah Perkotaan Kabupaten Batang yang terletak disebelah utara kota Batang , dimana 1 kilometer lagi masuk wilayah pantai Sigandu, tempat pariwisata kebanggaan masyarakat Batang. Ditempat tersebut menyediakan lokasi rekreasi bagi para pelancong / keluarga sekaligus sektor perekonomian tempat jual dan beli ikan laut, bagi para nelayan yang sering bertransaksi di Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Dari segi perekonomian, masyarakat kelurahan Karangasem Utara sebagian besar penduduknya adalah

pelaut dan memiliki usaha jual ikan/ pengolahan ikan laut, baik asin dan yang tidak asin, kegiatan ini merupakan aktifitas sehari-hari sebagai mata pencaharian mereka.Masyarakat Perkotaan disana relatif lebih keras dalam kehidupan sehari-hari dibanding dengan masyarakat pedesaan pada umumnya, karena masyarakat perkotaan terdiri dari banyak elemen (masyarakat yang heterogen) dengan berbagai kultur dan latar belakang. Penduduk Karangasem Utara adalah perpaduan masyarakat perkotaan dan masyarakat pesisir, jika ditelusuri dari banyak cerita maupun realita, bahwa sebagian besar kehidupan masyarakatnya disibukkan oleh aktifitas kerja dan jarang untuk berinteraksi dengan warga sekitar, Namun setelah masyarakat Karangasem Utara menerima program pemberdayaan dari pemerintah pada tahun 2007 (PNPM-P2KP/ PNPM Mandiri Perkotaan) yang mengutamakan unsur kepedulian dan kerelawanan, ternyata masih ada warga yang masih peduli dan bergabung dalam program ini. Mereka merasa terpanggil untuk andil sebagai bentuk partisipasi mereka yang akhirnya memiliki wadah / lembaga yang Pro Poor dan representatif dengan nama generik yaitu Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM). BKM kelurahan Karangasem Utara terbentuk pada bulan Nopember 2007 dengan nama BKM MANDIRI SEJAHTERA dengan koordinator Bp. Hadi Syafi’i yang mendapat amanah untuk bisa menampung aspirasi masyarakat Karangasem Utara bersama 12 anggota BKM yang lain dan dibantu Unit Pengelola Lingkungan, Sosial dan Program ekonomi bergulir.Dari program tersebut terdapatlah satu sosok relawan kelurahan Karangasem Utara dari unsur perempuan dengan nama Burdatul Layaily, dalam kesehariannya dikenal dengan nama mbak Burda. Beliau ini adalah seorang ibu rumah tangga yang dikaruniai seorang anak perempuan yang masih belajar kelas 1 di SDN 02 Karangasem Utara. Sebelum berkecimpung di Unit Pengelola Keuangan (UPK), mbak Burda juga sebagai Kader posyandu, PKK,dan Kelompok Ketrampilan Istri Nelayan (KKIN). Pada awalnya mbak Burda hanya mendapat undangan lisan dari Bp. Kasdulit (Ketua RT 01/VII) untuk ikut ngumpul / hadir, karena ada sosialisasi di RT tersebut. Kebetulan waktu itu yang memberikan sosialisasi P2KP dari Faskel pendamping yaitu mas Aris Setya Budi dan Bpk. Robert Tutuarima juga dibantu oleh stoke holder setempat. Setelah mendengarkan sosialisasi maka mbak Burda tertarik untuk selalu terlibat dalam setiap tahapan siklus P2KP dari Rembug Kesiapan Masyarakat (RKM) s/d Pembentukan BKM.Setelah BKM terbentuk, mbak Burda dipilih oleh anggota BKM menjadi Unit Pengelola Lingkungan (UPL), dari waktu yang berjalan ternyata ada salah satu anggota UPK yang undur diri, sehingga perlu adanya pengganti untuk melanjutkan pelaksanaan kegiatan Perguliran Dana. Mbak Burda sebagai anggota UPL kemudian ikut mendaftar sebagai calon anggota UPK melalui tahapan seleksi tertulis maupun keahlian, Setelah mendaftarkan diri dan mengikuti seleksi / test dari BKM sebagai syarat menjadi anggota UPK dari 10 orang pendaftar tersebut diambil 3 orang dan ternyata mbak Burda lolos seleksi menyisihkan 7 orang lainnya akhirnya mbak Burda layak dan mendapat prioritas sebagai anggota UPK dibidang pembukuan / administrasi bersama dengan Bp. Mirzam (manajer) dan Bp. Dasali (juru tagih).Setelah menjadi anggota UPK, disela-sela kesibukannya sebagai ketua KKIN juga mengurusi keluarga antara lain antar jemput sekolah, les sempoa dan bahasa inggris hari senin sampai rabu bagi masa depan anak tercintanya, ternyata mbak Burda masih menyempatkan datang di sekretariat BKM hari senin sampai sabtu jam 09.00-13.00 sebagai bentuk komitmen yang harus dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat Karangasem Utara. Dari sekilas cerita, mbak Burda memang sering ditanya oleh tetangga ” Kerja kayak ngono kuwi bayarane piro sih, lha kok ketoke sibuk banget” dari pertanyaan itu dijawab oleh beliau ”aku mung mbantu tenogo lan wektu kanggo masyarakat kene” , sebab dalam kenyataannya BKM untuk memberikan insentif bagi anggota UPK belum bisa optimal karena baru tahap awal dan penjajakan. Jika kita indikasikan bahwa dana perguliran yang masuk jasanya sedikit maka sedikit pula yang diterimakan untuk insentif, karena jasa tersebut juga disisihkan untuk kegiatan Tridaya (Lingkungan, Sosial dan Ekonomi) dan operasional UPK.Kami mencoba untuk menanyakan berapa jumlah uang yang pernah diterima dari jasa perguliran yang selama ini sudah berjalan, mbak Burda menjawab, ”pernah tidak menerima dan pernah menerima Rp. 45.000,- karena tergantung dari jasa dan kebutuhan dilapangan, yang harus membuat laporan-laporan berupa hard copy dan digandakan untuk di tempel pada Papan informasi, apalagi jika masih ada kekeliruan maka kami harus mengantinya untuk revisi”. Selama ini strategi / kiat apa yang digunakan oleh BKM dan UPK untuk melayani KSM perguliran yang menginginkan realisasi dana sebesar Rp. 500.000,- per orang, beliau menjawab, ” kita selama berusaha selektif bagi KSM yang mendaftar, kami sudah berkoordinasi dengan lembaga keuangan yang ada dikelurahan, apakah nama orang ini ada tunggakan atau memiliki pinjaman yang relatif besar, dari serangkaian kegiatan tadi terus kami konsolidasikan sebagai bahan penyaringan / verifikasi kelayakan bagi KSM tersebut. Walaupun berusaha untuk selektif dalam memverifikasi KSM, ternyata masih ada kendala yang dihadapi, antara lain masih adanya kemoloran angsuran dari KSM, padahal kami sudah tetapkan setiap tanggal 6, 13, 29 setiap bulannya untuk setor”. Ini adalah sebagian contoh kondisi riil dimasyarakat, contoh yang lain masih banyak, ”namun kami tetap optimis agar program ini berjalan lancar dan bermanfaat bagi masyarakat terutama dalam penanggulangan kemiskinan dikelurahan kami, karena sulitnya mendapatkan modal usaha karena banyak persyaratan dan agunan maupun bunga yang tinggi dari pihak pemilik modal / lembaga yang menjalankan perguliran”.Belajar dari pengalaman menangani perguliran di PNPM Mandiri Perkotaan mbak Burda lambat laun semakin paham mengenai administrasi pembukuan, lebih mengenal karakteristik warga dan wilayah sekitar serta berani tampil didepan umum. Sehingga mbak Burda mengambil makna dari aktifitas yang ditekuni selama ini, sebab belajar adalah proses perlu keuletan dan ketekunan, sehingga mendapat pengalaman dan nilai plus bagi diri mbak Burda. KSM yang sudah terdaftar di buku sekretariat BKM, sebanyak 18 KSM dengan modal Rp. 48.000.000,- dan untuk yang kali pertama masing-masing person / orang mendapatkan modal maksimal Rp. 500.000,-. Setelah dipahami oleh warga, bahwa proses untuk menjadi KSM tidak begitu rumit maka saat ini sudah ada KSM daftar tunggu, mereka selama ini masih dalam tahapan pemahaman alur untuk berkomitmen agar dana tidak ngemplang (tidak bayar hutang ) melalui sosialisasi dan gethok tular.Harapan kedepan dari mbak Burda untuk program ini, agar perguliran menjadi skala prioritas dalam penanggulangan kemiskinan, dalam konteks ini prosentasi perguliran bisa dinaikkan / meningkat menjadi 40% - 50% dengan pemahaman BKM bisa mengembangkan usahanya melalui jasa KSMnya dan bermitra maupun bersinergi antar program, instansi yang ada dan juga dengan kelompok peduli atau Lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang berkompeten.Dari cerita diatas adalah menggambarkan sosok / figur komitmen pelaku guna menjawab sebuah pernyataan bahwa kehidupan kota dan warga pesisir pantai masih memiliki rasa kebersamaan dan kepedulian. Tentunya masih banyak figur-figur yang lain di-masing-masing wilayah yang masih memiliki komitmen dan kepedulian sosial terhadap lingkungan mereka sendiri, ini hanyalah sepenggal cerita realita kehidupan kota / warga pesisir. Semoga bermanfaat bagi kita semua.( Sumber : Drajat EW - Askot - Batang)
Diposkan oleh PNPM Mandiri Perkotaan Kabupaten Batang di 6/01/2009

Kamis, 21 Mei 2009

UPAYA PELESTARIAN MANGROVE DI PESISIR PANTURA KAB.BATANG

I. PENDAHULUAN
Sebagian masyarakat Kabupaten Batang menganggap hutan mangrove adalah daerah yang kurang berguna, menjadi sarang nyamuk dan sarang hama serta menjadi sumber bibit penyakit dan kekumuhan. Demikian kesimpulan hasil pengamatan dan wawancara penulis khususnya terhadap beberapa masyarakat pesisir Pantura Kabupaten Batang. Karena anggapan tersebut, maka hutan mangrove kurang berkembang dan cenderung menyusut

bahkan menuju kepunahan.
Kenyataan yang ada menunjukkan bahwa akhir-akhir ini di pesisir pantura Kabupaten Batang terlihat gangguan-gangguan yang cenderung dapat mengancam kelestarian hutan dan mengubah ekosistem mangrove menjadi daerah-daerah pemukiman, pertanian, perluasan perkotaan dan lain sebagainya. Ada beberapa faktor penyebab adanya gangguan ini, antara lain (i) perkembangan penduduk yang pesat dan perluasan wilayah kota, (ii) adanya program pembuatan jalan tol yang melalui pantura Batang yang secara langsung mendorong masyarakat apalagi pengusaha untuk siap-siap berinvestasi usaha di sepanjang pesisir pantura, (iii) semakin meningkatnya jumlah pengunjung obyek wisata pantai seperti Pantai Sigandu, Pantai Ujung Negoro, Pantai Kuripan, Pantai Celong, dan Pantai Pelabuhan, dan (iv) potensi sumber daya alam sekitarnya yang sangat mendukung peningkatan usaha dan kesejahteraan masyarakat.
Hal ini terjadi karena peranan hutan mangrove tidak dapat diungkapkan secara obyektif dan komprehensif. Pandangan kurang ekonomisnya hutan mangrove jika dikembangkan dibanding untuk usaha pertanian, pertambakan, café dan restoran serta hotel di daerah wisata pantai, mendorong masyarakat untuk tidak lagi merasa berkompeten untuk melestarikan hutan mangrove. Apalagi jika cara pandang ini dikuatkan oleh oknum-oknum pemerintah dan pengusaha, maka sulitlah sudah untuk mengawal masyarakat melestarikan hutan mangrove.
Kondisi hutan mangrove di Indonesia semakin memprihatinkan. Sesuai data kementrian kehutanan, tingkat kerusakan mangrove sudah mencapai 60 persen dan dikhawatirkan akan terus meningkat. Perlu upaya bersama untuk mengatasinya agar kondisi pantai tidak mengalami degradasi.
Sementara pada wilayah pesisir Kabupaten Batang Propinsi Jawa Tengah terdapat ekosistem mangrove non kawasan hutan seluas 3 382 hektar, dengan kondisi rusak berat seluas 1468 ha dan rusak sedang seluas 1 914 ha.
Keadaan pantai tanpa tanaman mangrove, akan cepat mengalami degradasi akibat hantaman ombak. Akibatnya terjadi abrasi di kawasan pesisir. Rusaknya mangrove juga dapat menimbulkan bencana lainnya seperti menyebabkan air laut akan semakin masuk ke wilayah daratan dan mengubah air tawar menjadi asin. Imbasnya adalah munculnya berbagai penyakit.
Menurut Darsidi (1984), hutan mangrove yang dahulu dianggap sebagai hutan yang kurang mempunyai nilai ekonomis, ternyata merupakan sumberdaya alam yang cukup berpotensi sebagai sumber penghasil devisa serta sumber mata pencaharian bagi masyarakat yang berdiam di sekitarnya. Hutan mangrove sebagai salah satu sumber daya alam yang potensial telah lama diusahakan. Banyak manfaat yang dapat dinikmati masyarakat sekitar pantai pada umumnya dan masyarakat luas pada umumnya. Bentuk pemanfaatan minimal yang dapat dirasakan antara lain: tempat penangkapan ikan, udang, jenis-jenis biota air , dan lainnya. Sementara untuk kebutuhan kayu bakar, kayu bangunan dan arang khususnya untuk masyarakat pesisir pantura Batang bukan suatu keharusan diambil dari hutan mangrove. Karena masyarakat Batang pada umumnya yang berada di kawasan hutan Alas Roban dan kawasan Surban Wali sangat melimpah dengan persediaan kayu untuk kebutuhan tersebut (www.batang-berkembang.blogspot.com). Pada saat ini penataan mangrove belum dilakukan secara keseluruhan. Selain itu adalah demografi belum terkendali dan dinamika hutannya sendiri belum diungkapkan secara jelas dan tepat sasaran kepada masyarakat. Maka sampai sekarang kegiatan-kegiatan yang ada masih berjalan sendiri-sendiri baik yang dilakukan oleh instansi yang berkepentingan maupun oleh masyarakat terutama penduduk yang berdekatan dengan kawasan hutan mangrove.
II. TINJAUAN TENTANG EKOSISTEM MANGROVE
Hutan mangrove ialah hutan yang terutama tumbuh pada tanah lumpur aluvial di daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, dan terdiri atas jenis-jenis pohon Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus, Egiceras, Scyphyphora dan Nypa (Soerianegara, 1987).
Ekosistem mangrove menduduki lahan pantai zona pasang surut, di laguna, estuaria, dan endapan lumpur yang datar. Ekosistem ini bersifat kompleks dan dinamis namun labil. Kompleks, karena di dalam hutan mangrove dan perairan/tanah di bawahnya merupakan habitat berbagai satwa dan biota perairan. Dinamis, karena hutan mangrove dapat terus berkembang serta mengalami suksesi sesuai dengan perubahan tempat tumbuh. Labil, karena mudah sekali rusak dan sulit untuk pulih kembali (Nugroho, Setiawan dan Harianto, 1991).
Hutan mangrove mempunyai multifungsi , antara lain:
1. Fungsi hayati, fungsi fisik dan fungsi kimiawi. Sebagai penyumbang kesuburan perairan sudah tidak bisa disangkal lagi karena kawasan hutan mangrove merupakan perangkap nutrisi dan bahan organik yang terbawa aliran sungai dan rawa. Bahan organik mengalami penghancuran oleh fauna hutan mangrove dan selanjutnya proses dekomposisi oleh jasad renik menjadi berbagai senyawa yang lebih sederhana. Bersama dengan nutrisi yang dibawa sungai, bahan tersebut diserap oleh tumbuh-tumbuhan (Suwelo dan Manan, 1986).
2. Fungsi ekologis ekosistem mangrove sangat khas dan kedudukannya tidak terganti oleh ekosistem lainnya. Misalnya, secara fisik hutan mangrove berfungsi menjaga stabilitas lahan pantai yang didudukinya dan mencegah terjadinya intrusi air laut ke daratan. Secara biologis, hutan mangrove mempertahankan fungsi dan kekhasan ekosistem pantai, termasuk kehidupan biotanya. Misalnya: sebagai tempat pencarian pakan, pemijahan, asuhan berbagai jenis ikan, udang dan biota air lainnya; tempat bersarang berbagai jenis burung; dan habitat berbagai jenis fauna. Secara ekonomis, hutan mangrove merupakan penyedia bahan bakar dan bahan baku industri (Nugroho, Setiawan dan Harianto, 1991).
3. Tempat berasosiasi beberapa jenis binatang untuk daur hidupnya seperti Crustaceae, Mollusca dan ikan. Hal ini menunjukkan pentingnya mangrove bagi kehidupan binatang (Atmawidjaja, 1987).
4. Secara fisik, hutan mangrove mempunyai peranan sebagai benteng atau pelindung bagi pantai dari serangan angin, arus dan ombak dari laut. Hutan mangrove dapat diandalkan sebagai benteng pertahanan terhadap ombak yang dapat merusak pantai dan daratan pada keseluruhannya (Abdullah, 1984).

III. PENYEBAB RUSAKNYA EKOSISTEM MANGROVE
Dengan mencermati latar belakang dan kajian ekosistem mangrove di atas, dapatlah disampaikan bahwa penyebab kerusakan ekosistem mangrove tersebut sebagian besar oleh kegiatan budidaya perikanan (pertambakan), pertanian dan permukiman yang kurang peduli terhadap pelestarian ekosistem mangrove. Penyebab lainnya adalah kurang terkoordinasinya pembangunan di wilayah pesisir, banyaknya pembangunan kontruksi yang menjorok ke laut tanpa mengindahkan keadaan hidrodinamika perairan laut. Sehingga terjadi abrasi dan di lain tempat terjadi akresi.
Penyebab lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah kurangnya peran serta masyarakat dalam ikut terlibat upaya pengembangan wilayah, khususnya rehabilitasi hutan mangrove; dan masyarakat masih cenderung dijadikan objek dan bukan subjek dalam upaya pembangunan. Padahal, dengan keberhasilan merehabilitasi hutan mangrove akan berdampak pada adanya peningkatan pembangunan ekonomi-khususnya dalam bidang perikanan, pertambakan, industri, pemukiman, rekreasi dan lain-lain.
Oleh karena itu, yang menjadi question research dalam tulisan ini adalah pendekatan macam apa yang dapat ditempuh dalam melestarikan mangrove di pesisir pantura kabupaten Batang dengan melibatkan masyarakat dengan semua jajaran kepemerintahan di kabupaten Batang?

IV. PENDEKATAN BUTTOM-UP DALAM UPAYA PELESTARIAN EKOSISTEM MANGROVE
Di Kabupaten Batang, keberhasilan dalam pengelolaan (rehabilitasi) hutan mangrove akan memungkinkan peningkatan penghasilan masyarakat pesisir khususnya para nelayan dan petani tambak karena kehadiran hutan mangrove ini merupakan salah satu faktor penentu pada kelimpahan ikan atau berbagai biota laut lainnya. Mengingat banyaknya manfaat yang dapat diperoleh dengan keberadaan hutan mangrove, dengan ini masyarakat, khususnya masyarakat pesisir harus turut diberdayakan dalam usaha pelestarian maupun rehabilitasi hutan mangrove. Baik dengan memberikan peningkatan pengetahuan masyarakat akan pentingnya ekosistem hutan mangrove, maupun dengan turut memberdayakan masyarakat dalam usaha rehabilitasi hutan mangrove tersebut. Kerusakan hutan mangrove tidak akan terjadi manakala masyarakat tidak dijadikan sebagai objek pembangunan melainkan menjadi subjek pembangunan, khususnya dalam masalah rehabilitasi hutan mangrove.
Dengan demikian pendekatan bottom up perlu untuk digalakkan dan bukan sebaliknya mengingat dewasa ini masyarakat adalah sebagai ujung tombak dalam suatu kegiatan pembangunan di desa. Dengan turut diberdayakannya masyarakat dalam usaha rehabilitasi hutan mangrove maka usaha pelestarian hutan mangrove akan menunjukkan hasil yang lebih baik.
Model pendekatan buttom-up sebagai langkah pemberdayaan masyarakat dalam pelestarian ekosistem mangrove seperti tampak pada gambar satu di bawah ini:
Gambar 1 Bagan Pendekatan Buttom UP dalam Pelestarian Ekosistem Mangrove
Pemerintah
Pemerintah Kabupaten
Perangkat Desa
Masyarakat
Sumber: Rahmawaty (2006)
Dari bagai di atas dapat dijelaskan bahwa pemerintah hanyalah memberikan pengarahan secara umum dalam pemanfaatan hutan mangrove secara berkelanjutan. Sedang masyarakat berlaku aktif dalam proses pelaksanaan pelestarian tersebut. Sehingga masyarakat pesisir akan timbul rasa ikut memiliki terhadap hutan mangrove yang telah berhasil mereka hijaukan. Dengan demikian pendekatan akan menumbuhkan adanya partisipasi dari anggota masyarakat dan ini juga sekaligus buttom-up merupakan proses pendidikan pada masyarakat secara tidak langsung di dalam mengatasi global warming.
Bentuk-bentuk kegiatan yang dapat dilakukan antara lain:
1. Sosialisasi dan koordinasi kegiatan .
2. Pembentukan kelompok masyarakat binaan dan peningkatan kapasitas masyarakat/kelompok tani wilayah pesisir dan laut dalam pelaksanaan pembuatan model tumpangsari mangrove/kebun melati dan rehabilitasi mangrove dan pantai .
3. Pembuatan model tumpangsari hutan mangrove dengan kebun melati.
4. Rehabilitasi mangrove mengadakan persediaan dan penanaman tanaman mangrove, termasuk pemeliharaannya.
5. Monitoring dan evaluasi.

V. PENUTUP
Dengan mengacu pada uraian tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa ekistensi hutan mengrove perlu dijaga kelestariannya karena (i) berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ekosistem satu dengan yang lainnya, (ii). dapat sebagai penghalang dan memperkecil dampak buruk jika terjadi bencana alam., (iii) dapat sebagai sumber mata pencaharian dan kelangsungan hidup bagi masyarakat pesisir dan (iv) karena fungsi-fungsinya maka hutan mangrove dapat meningkatkan penghasilan bagi masyarakat pesisir dan pembangunan perekonomian daerah.
Sehingga jelas bahwa hutan mangrove sebagai salah ekosistem wilayah pesisir dan lautan memiliki banyak manfaat dan sangat potensial bagi kesejahteraan masyarakat. Ekosistem mangrove yang semakin rusak akan mengganggu perwujudan fungsinya. Oleh karena itu, diperlukan upaya pelestarian eksistensinya dengan melibatkan unsur masyarakat dengan menggunakan pendekatan buttom-up.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, 1984. Pelestarian dan Peranan Hutan Mangrove di Indonesia dalam Prosiding Seminar II Ekosistem Mangrove. Proyek Lingkungan Hidup-LIPI. Jakarta.
Atmawidjaja, R. 1987. Konservasi dalam Rangka Pemanfaatan Hutan Mangrove di Indonesia dalam Prosiding Seminar III Ekosistem Mangrove. Proyek Penelitian Lingkungan Hidup-LIPI. Jakarta.
Darsidi, A. 1984. Pengelolaan Hutan Mangrove di Indonesia dalam Prosiding Seminar II Ekosistem Mangrove. Proyek Lingkungan Hidup-LIPI. Jakarta.
Nugroho, S. G., A. Setiawan dan S. P. Harianto. 1991. “Coupled Ecosystem Silvo-Fishery” Bentuk Pengelolaan Hutan Mangrove-Tambak yang Saling Mendukung dan Melindungi dalam Prosiding Seminar IV Ekosistem Mangrove. Panitia Nasional Program MAB Indonesia-LIPI. Jakarta.
Soerianegara, I. 1987. Masalah Penentuan Batas Lebar Jalur Hijau Hutan Mangrove dalam Prosiding Seminar III Ekosistem Mangrove. Proyek Penelitian Lingkungan Hidup-LIPI. Jakarta.
Suwelo, I. S. dan S. Manan. 1986. Jalur Hijau Hutan Mangrove sebagai Wilayah Konservasi Daerah Pantai dalam Daya Guna dan Batas Lebar Jalur Hijau Hutan Mangrove. Panitia Program MAB Indonesia-LIPI. Jakarta

Minggu, 10 Mei 2009

Produk Olahan Ikan Diharapkan Menjadi Ikon Batang

Sebagai daerah yang memiliki kawasan pantai yang cukup luas dengan garis pantai sepanjang 38,75 km, Kabupaten Batang memiliki potensi yang cukup besar dalam pengembangan sektor kelautan. Salah satu potensi adalah bidang perikanan tangkap yang selama ini menjadi tumpuan kehidupan sebagian besar masyarakat di kawasan pesisir. Dengan hasil tangkapan ikan yang berlimpah, masyarakat Batang di kawasan pesisir selama ini memanfaatkannya untuk diolah menjadi berbagai macam produk, seperti tepung ikan, ikan asin, fillet, nugget, rambak kulit ikan dan produk olahan ikan lainnya. Mengetahui besarnya potensi tersebut, Direktur Pengolahan Hasil Perikanan Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Republik Indonesia, Dr.Widodo Farid Maruf,

melakukan kunjungan ke sentra pengolahan hasil perikanan tangkap di Kelurahan Karangasem Utara Kabupaten Batang, Rabu (6/5). Pada kunjungannya ini Widodo didampingi oleh Wakil Bupati Batang dan jajaran Dinas Kelautan dan Perikanan. Widodo mengatakan bahwa kunjungannya ini adalah dalam rangka mengembangkan sentra pengolahan hasil perikanan tangkap yang berada di wilayah Kabupaten Batang. Pengembangan ini dimaksudkan agar Batang bisa menjadi sentra ketahanan pangan di bidang perikanan.Dalam rangka pengembangan tersebut, Widodo berjanji memberikan bantuan bagi kelancaran pemasaran, bantuan dana, pemberian bimbingan dalam proses produksi agar lebih higienis dan memiliki nilai jual, serta membantu memberikan infrastrukur pendukung pengolahan ikan di kawasan tersebut. “Harapan kami Batang bisa menjadi ikon dalam hasil perikanan,” ujar Widodo.Wakil Bupati Batang Drs. H. Achfa Machfudz, M.Si mengatakan bahwa Pemerintah Kabupaten Batang sangat mendukung berkembangnya usaha pengolahan ikan.“Dalam pengembangan usaha pengolahan ikan, Pemerintah Kabupaten Batang memberikan bantuan paket pendampingan berupa pembinaan, pelatihan, bantuan alat atau mesin pengolahan dan bantuan modal serta pembangunan infrastrukur,” kata Wabup.(humas)Produk Olahan Ikan Diharapkan Menjadi Ikon Batang - Batangkab.go.id ( 06 Mei 2009 14:30:22 ) Sebagai daerah yang memiliki kawasan pantai yang cukup luas dengan garis pantai sepanjang 38,75 km, Kabupaten Batang memiliki potensi yang cukup besar dalam pengembangan sektor kelautan. Salah satu potensi adalah bidang perikanan tangkap yang selama ini menjadi tumpuan kehidupan sebagian besar masyarakat di kawasan pesisir. Dengan hasil tangkapan ikan yang berlimpah, masyarakat Batang di kawasan pesisir selama ini memanfaatkannya untuk diolah menjadi berbagai macam produk, seperti tepung ikan, ikan asin, fillet, nugget, rambak kulit ikan dan produk olahan ikan lainnya. Mengetahui besarnya potensi tersebut, Direktur Pengolahan Hasil Perikanan Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Republik Indonesia, Dr.Widodo Farid Maruf, melakukan kunjungan ke sentra pengolahan hasil perikanan tangkap di Kelurahan Karangasem Utara Kabupaten Batang, Rabu (6/5). Pada kunjungannya ini Widodo didampingi oleh Wakil Bupati Batang dan jajaran Dinas Kelautan dan Perikanan. Widodo mengatakan bahwa kunjungannya ini adalah dalam rangka mengembangkan sentra pengolahan hasil perikanan tangkap yang berada di wilayah Kabupaten Batang. Pengembangan ini dimaksudkan agar Batang bisa menjadi sentra ketahanan pangan di bidang perikanan.Dalam rangka pengembangan tersebut, Widodo berjanji memberikan bantuan bagi kelancaran pemasaran, bantuan dana, pemberian bimbingan dalam proses produksi agar lebih higienis dan memiliki nilai jual, serta membantu memberikan infrastrukur pendukung pengolahan ikan di kawasan tersebut. “Harapan kami Batang bisa menjadi ikon dalam hasil perikanan,” ujar Widodo.Wakil Bupati Batang Drs. H. Achfa Machfudz, M.Si mengatakan bahwa Pemerintah Kabupaten Batang sangat mendukung berkembangnya usaha pengolahan ikan.“Dalam pengembangan usaha pengolahan ikan, Pemerintah Kabupaten Batang memberikan bantuan paket pendampingan berupa pembinaan, pelatihan, bantuan alat atau mesin pengolahan dan bantuan modal serta pembangunan infrastrukur,” kata Wabup.(Sumber:humas- Batangkab.go.id - 06 Mei 2009 14:30:22 )

Kabupaten Batang Lampaui Target Sertifikasi Tanah

Tahun 2008 Kabupaten Batang meraih prestasi dalam bidang sertifikasi tanah. Prestasi ini terlihat dari hasil sertifikasi tanah melalui program LMPDP yang mencapai 15.059 bidang. Hasil itu melampaui target yang ditetapkan oleh BPN RI sebanyak 15.000 bidang.“Dengan hasil ini Kabupaten Batang merupakan yang terbaik dari seluruh kabupaten/kota di Jawa Tengah, baik secara administrasi maupun pencapaian target,” ungkap Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Batang, Andi Ansyar Khadir SH,M.Hum,
saat acara Pelantikan dan Pengambilan Sumpah Panitia Ajudifikasi dan Satuan Tugas Dalam Rangka Pelaksanaan Land Manajemen And Development Program ( LMPDP ) di Pendopo Kantor Bupati Batang, Selasa (5/5).Untuk sertifikasi tanah tahun 2009 Kabupaten Batang mendapatkan bantuan dari International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) dan International Development Association (IDA). Sertifikasi tanah dilaksanakan kembali melalui program Land Management and Policy Development (LMPDP), yang dilaksanakan oleh 3 (tiga) tim, yakni Tim I yang membawahi 12 desa di wilayah Kecamatan Warungasem, Tim II yang membawahi 10 desa di Kecamatan Pecalungan dan Limpung serta Tim III yang membawahi 9 desa di Kecamatan Bandar dan Pecalungan. Masing-masing tim ditarget untuk dapat menyertifikatkan tanah sebanyak 5.000 bidang di masing-masing wilayah, sehingga target seluruhnya 15.000 bidang.Andi Ansyar menegaskan agar dalam penyertifikatan tanah Tim melaksanakannya secara transparan dan prosedural. “Proses sertifikasi harus menggunakan data–data yang valid. Lokasi yang bermasalah jangan disertifikatkan dulu. Jika dipaksakan nantinya akan menuai masalah di kemudian hari,” tandas Andi.Sementara itu, Sekretaris Daerah, H. Soetadi SH,MM mengatakan bahwa tujuan diselenggarakannya LMPDP adalah untuk meningkatkan jaminan kepastian hak atas tanah, meningkatkan efisiensi dan transparansi serta memperbaiki kualitas pelayanan pemberian hak atas tanah dan pendaftarannya. Selain itu juga untuk memperbaiki kapasitas pemerintah daerah dalam melaksanakan fungsi manajemen pertanahan secara efisien dan transparan sesuai Keppres No. 34 tahun 2003.Untuk mencapai tujuan proyek pendaftaran tanah secara massal, Soetadi mengharapkan agar pelaksanaan operasional pendaftaran tanah menggunakan sistem yang dapat diterima masyarakat. Pemberian informasi guna membangkitkan pemahaman masyarakat mengenai sistem tersebut merupakan hal yang sangat penting. “Informasi yang jelas dan sistem yang dapat diterima masyarakat akan mendorong masyarakat untuk mendaftarkan dan mengubah status tanahnya,” tandas Soetadi. (humas - Batangkab.go.id- 06 Mei 2009 10:16:34 )

Kartini Berjuang Membebaskan Perempuan Dari Kebodohan

Wakil Bupati Batang Drs. Acfa Mafudz, Msi menyerahkan bantuan kepada pengurus organisasi wanita perwanida
Kartini adalah seorang pahlawan nasional. Ia dianugerahi gelar ini karena ide dan perjuangannya membebaskan perempuan Indonesia dari kebodohan. Kartini merasa terbelenggu dengan perlakuan tradisi pada masanya yang tidak membolehkan perempuan sekolah. Kartini sadar betul bahwa seorang perempuan harus memiliki wawasan dan ilmu pengetahuan yang tinggi, karena perempuanlah yang akan mendidik anak-anak dalam rumah tangga. Kartini meyakini seorang ibu harus pandai supaya generasi penerus juga pandai.Bupati Batang, H. Bambang Bintoro, SE,

mengatakan ide-ide besar Kartini telah mampu menggerakkan dan mengilhami perjuangan kaum perempuan dari kebodohan yang tidak disadari pada masa lalu. “Dengan keberanian dan pengorbanan yang tulus, Kartini mampu menggugah kaumnya dari belenggu diskriminasi,“ ungkap Bupati dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Wakil Bupati, Drs. H. Achfa Mahfudz, M.Si pada Upacara Peringatan Hari Kartini ke 130 tahun 2009, Selasa (21/4) di Pendopo Kantor Bupati Batang. Kaum perempuan di negeri ini kini telah menikmati apa yang disebut persamaan hak. Namun hambatan dan perlakuan tidak adil terhadap perempuan masih banyak dirasakan. Salah satu hambatan yang sering ditemui adalah nilai-nilai sosial budaya dan adat-istiadat yang menempatkan perempuan pada posisi alternatif atau menomorduakan perempuan sebagai citra baku dalam kehidupan masyarakat. Pada sisi lain sering hambatan itu datang dari kaum perempuan sendiri yang kurang motivasi dan percaya diri dalam mencapai kemajuan, terutama di luar kehidupan rumah tangga.“Hambatan-hambatan itu seharusnya dapat kita kurangi secara bertahap, sistematis dan terencana,” ujar Wabup pada Upacara yang diikuti Muspida, Gerakan Organisasi Wanita, Dharma Wanita Persatuan serta Bhayangkari tersebut.Bupati menyadari, perputaran zaman tidak akan pernah membuat perempuan menyamai laki-laki. Perempuan tetaplah perempuan dengan segala kemampuan dan kewajibannya. Namun, kesadaran telah lama ditanamkan Katini.“Oleh karena itu, mengikuti jejak perjuangan Kartini, saya menegaskan bahwa perempuan harus mendapatkan pendidikan yang layak, sehat jasmani dan rohani, berakhlak dan berbudi pekerti luhur serta tata beribadah. Dengan itu semua, insyaallah ibu-ibu di negeri ini akan menjadi ibu yang berkualitas, yang mendidik putra-putrinya menjadi generasi yang berkualitas pula,” tandas Wabup, mengakhiri sambutannya. Usai Upacara, Wakil Bupati menyerahkan bantuan kepada sejumlah panti asuhan, organisasi wanita dan majelis taklim. Masing-masing penerima bantuan mendapatkan Rp.500.000.- Batangkab.go.id ( 22 April 2009 09:36:53 )

Wabup Serahkan Hadiah Olypiade Sains

Wakil Bupati Serahkan Hadiah Juara Olimpiade Sains - Batangkab.go.id ( 05 Mei 2009 07:43:21 ) Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang jatuh pada tanggal 2 Mei, di Kabupaten Batang diperingati dengan Upacara Bendera di halaman Kantor Bupati Batang Senin (4/5). Bertindak sebagai Pembina Upacara Wakil Bupati Batang, Drs. H. Achfa Macfudz. M.Si. Upacara diikuti oleh PNS Pemerintah Kabupaten Batang serta pelajar SLTP-SLTA di Kota Batang. Menteri Pendidikan Nasional dalam sambutan tertulisnya menyampaikan,

peringatan Hardiknas pada hakekatnya adalah untuk mengenang seorang tokoh pembangunan pendidikan nasional, Ki Hadjar Dewantara. Untuk itu, kita patut untuk senantiasa meneladani perjuangan beliau sebagai pelopor pembaruan dalam dunia pendidikan yang harus terus dikembangkan seiring dengan tuntutan kebutuhan masyarakat serta kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (iptek). Tema Hardiknas tahun ini : “Pendidikan Sains, Teknologi dan Seni Menjamin Pembangunan Berkelanjutan dan Meningkatkan Daya Saing Bangsa” kiranya sangat relevan dengan permasalahan dewasa ini dalam konteks peningkatan mutu pendidikan nasional untuk menyiapkan insan Indonesia yang cerdas dan berdaya saing.Usai upacara, Wakil Bupati menyerahkan Piala dan Piagam penghargaan kepada Juara Olimpiade Sains tingkat SMA se Kabupaten Batang. Di sela–sela penyerahan Wabup mengatakan agar para pemenang lomba tetap tekun belajar, karena prestasi ini bukanlah hasil akhir, akan tetapi merupakan memacu untuk meraih prestasi di tingkat yang lebih tinggi.Wabup juga menyampaikan bahwa Kabupaten Batang sangat peduli dalam bidang pendidikan. Hal ini bisa dilihat dari pengalokasian anggaran pendidikan yang mencapai 21%. Semangat membangun sekolah–sekolah sampai ke tingkat kecamatan juga merupakan bukti nyata keseriusan Pemkab dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Adapaun pemenang Olimpiade Sains Sekolah Menengah Atas tingkat Kabupaten Batang adalah sebagai berikut : Juara I Olimpiade Matematika diraih oleh Budi Santoso dari SMAN I Bandar, Fisika diraih Satria Nurkharim dari SMAN I Subah, Kimia diraih Nur Fitri Amalia dari SMAN I Subah, Biologi diraih Achmad Sukron dari SMAN I Batang, Komputer diraih Diky Arisanti dari SMAN I Subah, Ekonomi diraih Suci Rahmawati dari SMAN I Batang, Astronomi diraih Ainun Nadhofah dari SMAN I Batang dan Kebumian diraih Gilang Sasongko dari SMAN I Bandar.

Sabtu, 09 Mei 2009

HUTAN ALAS ROBAN UNTUK KEMAKMURAN RAKYAT


HUTAN ALAS ROBAN, demikian sebutan tersohor bagi rakyat Indonesia utamanya orang Jawa. Selain mempunyai fungsi sebagai penghasil oksigen, penyedia sumber air, dan fungsi-fungsi hutan pada umumnya, ternyata banyak dimanfaatkan untuk

mendukungng kemakmuran rakyat. Di Batang, ratusan hektar lahan tegak telah dimanfaatkan penduduk untuk menanam tanaman produktif yang sangat efektif mendongkrak kemakmuran rakyat. Di beberapa desa, banyak penduduk yang menuai hasil panen yang melimpah seperti jagung, ketela, kacang, pisang, apotik hidup, dll . Sehingga pendapatan penduduk cukup untuk meningkatkan kesejahteraannya. Sementara di sepanjang pantura, banyak warga yang memanfaatkan rest area hutan alas roban untuk berjualan. Dalam hal ini pemerintah berorientasi bagaimana memberikan semaksimal mungkin kesempatan kerja untuk kemakmuran rakyat. Beberapa warga ada yang berjualan es degan, makanan, bahkan ada yang berjualan tanaman hias seperti Alas Roban Collection yang bertempat di warung makan Mbak Menik dan Alas Roban Nursery yang berada di RM. Subah Asri. Bahkan untuk tanaman hias ini juga akan melebarkan tempat pemasarannya di Tempat Agrowisata Pagilaran.
Pemerintah sangat mendukung pemanfaatan lahan tegak dan lingkungan hutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Selain akan menjadi simbiosis mutualisme dalam hal keamanan, penyediaan unsure hara dengan pemupukan (kandang/organic),dan dalam rehabilitasi hutan, juga membantu menyediakan lahan yang luas bagi penduduk yang tidak mempunyai lahan pertanian dan pekerjaan.

Rabu, 22 April 2009

ADMINSTRASI PEMERINTAHAN


Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Pembentukan Kecamatan Kabupaten Batang, jumlah kecamatan di Kabupaten Batang yang semula 12 kecamatan berubah menjadi 15 kecamatan. Pemekaran wilayah ini dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Batang sebagai upaya untuk menghadapi tantangan dan permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat khususnya pada tingkat kecamatan, desa, dan kelurahan. Sedangkan tujuannya adalah untuk:

1. Meningkatkan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan di tingkat kecamatan,
2. Meningkatkan dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat,
3. Meningkatkan dan memparcepat pemerataan pembangunan.
Adapun 15 (limabelas) kecamatan itu adalah :
1. Batang
Meliputi Kelurahan (Desa): Rowobelang, Cepokokuning, Pasekaran, Kalisalak, Kecepak, Klidang Wetan, Klidang Lor, Kalipucang Wetan, Kalipucang Kulon, Karanganyar, Denasri Wetan, Denasri Kulon, Watesalit, Proyonanggan Tengah, Kauman, Karangasem Utara, Karangasem Selatan, Kasepuhan, Sambong, Proyonanggan Utara, Proyonanggan Selatan.
2. Tulis
Meliputi Kelurahan (Desa): Wringingintung, Sembojo, Posong, Kaliboyo, Beji, Tulis Simbangdesa, Simbangjati, Kedungsegog, Kenconorejo, Ponowareng, Siberuk, Kebumen, Cluwuk, Manggis, Jrakahpayung, Jolosekti.
3. Warungasem
Meliputi Kelurahan (Desa): Meliputi Kelurahan (Desa): Pandansari, Kaliwareng, Pejambon, Sariglagah, Pesaren, Sidorejo, Cepagan, Masin, Banjiran, Warungasem, Gapuro, Kalibeluk, Sawahjoho, Candiareng, Lebo, Terban, Menguneng, Sijono.
4. Bandar
Meliputi Kelurahan (Desa): Tombo, Wonomerto, Wonodadi, Pesalakan, Binangun, Sidayu, Toso, Kluwih, Wonokerto, Bandar, Tumbrep, Tambahrejo, Pucanggading, Candi, Wonosegoro, Simpar, Batiombo.
5. Blado
Meliputi Kelurahan (Desa): Gerlang, Kalitengah, Kembanglangit, Gondang, Bismo, Keteleng, Kalisari, Besani, Wonobodro, Bawang, Pesantren, Kambangan, Keputon, Blado, Cokro, Selopajang Barat, Kalipancur, Selopajang Timur.
6. Wonotunggal
Meliputi Kelurahan (Desa): Silurah, Sodong, Gringgingsari, Kedungmalang, Sendang, Wonotunggal, Brokoh, Wates, Brayo, Kemlingi, Sigayam, Kreyo, Siwatu, Dringo, Penangkan.
7. Subah
Meliputi Kelurahan (Desa): Menjangan, Karangtengah, Mangunharjo, Tenggulangharjo, Kalimanggis, Keborangan, Jatisari, Subah, Kumejing, Durenombo, Clapar, Adinuso, Sengon, Gondang, Kuripan, Kemiri Barat, Kemiri Timur.
8. Gringsing
Meliputi Kelurahan (Desa): Surodadi, Sentul, Plelen, Kutosari, Mentosari, Gringsing, Yosorejo, Krengseng, Sawangan, Ketanggan, Lebo, Kebondalem, Sidorejo, Tedunan, Madugowongjati.
9. Limpung
Meliputi Kelurahan (Desa): Ngaliyan, Sukorejo, Tembok, Donorejo, Sidomulyo, Kalisalak, Limpung, Kepuh, Sempu, Babadan, Plumbon, Amongrogo, Dlisen, Rowosari, Pungangan, Lobang, Wonokerso.
10. Bawang
Meliputi Kelurahan (Desa): Pranten, Deles, Gunungsari, Jambangan, Kebaturan, Kalirejo, Sangubanyu, Wonosari, Jlamprang, Bawang, Candigugur, Pangempon, Sidoharjo, Surjo, Soka, Sibebek, Getas, Pasusukan, Candirejo, Purbo.
11. Reban
Meliputi Kelurahan (Desa): Pacet, Mojotengah, Cablikan, Ngroto, Ngadirejo, Reban, Tambakboyo, Adinuso, Kumesu, Kepundung, Padomasan, Semampir, Wonosobo, Sojomerto, Karanganyar, Polodoro, Kalisari, Sukomangli, Wonorojo.
12. Tersono
Meliputi Kelurahan (Desa): Sendang, Banteng, Sumurbanger, Margosono, Sidalang, Plosowangi, Wanar, Gondo, Rejosari Barat, Boja, Pujut, Tersono, Tanjungsari, Kebumen, Harjowinangun Barat, Tegalombo, Kranggan, Satriyan, Harjowinangun Timur, Rejosari Timur.
13. Kandeman (baru)
Meliputi Kelurahan (Desa): Tegalsari, Kandeman, Bakalan, Lawangaji, Depok, Tragung, Cempereng, Karanganom, Wonokerso, Ujungnegoro, Karanggeneng, Juragan, Botolambat.
14. Pecalungan (baru)
Meliputi Kelurahan (Desa): Pecalungan, Bandung, Gombong, Randu, Siguci, Pretek, Selokarto, Gemuh, Gumawang, Keniten.
15. Banyuputih (baru)
Meliputi Kelurahan (Desa): Banyuputih, Kalibalik, Sembung, Kedawung, Dlimas, Luwung, Kalangsono, Penundan, Banaran, Timbang, Bulu.
Sedangkan menurut pembagian administrasi wilayah setingkat desa dan kelurahan, wilayah Kabupaten Batang terdiri atas 239 desa dan 9 kelurahan.

Kamis, 16 April 2009

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KOTA BATANG



Pada dasarnya, RUTRK Kota Batang diharapkan dapat menjadi landasan dan pedoman dalam pelaksanaan pembangunan fisik kota sesuai dengan apa yang digariskan dalam Permendagri Nomor 2 Tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota. Dengan demikian, materi yang terkandung di dalamnya haruslah merupakan suatu rumusan arah, kebijaksanaan dan strategi pengembangan kota yang mampu menampung secara serasi dua aspirasi yang datang dan dua arah berbeda, yaitu aspirasi dan kepentingan pemerintah (top down planning) serta aspirasi dan kepentingan masyarakat kota yang bersangkutan (bottom up planning).
Untuk memberikan arah pengembangan kota secara umum, perlu dirumuskan


terlebih dahulu beberapa kebijaksanaan dasar pengembangan kota dengan mempertimbangkan:
1. Kebijaksanaan pemerintah mengenai pengembangan wilayah Kabupaten Batang Menurut Perda Kabupaten Batang No. 27 Tahun 2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Batang Pasal 10 ayat 1, item a disebutkan bahwa “Sub Wilayah Pembangunan I meliputi Kecamatan Batang, Tulis, dan Warungasem, dengan pusat pertumbuhan di Batang. Potensi yang dikembangkan adalah sektor perikanan, industri, pertanian dan peternakan, home industri pengolahan ikan dan kulit, dan pariwisata.”
2. Hasil kajian terhadap sistem aktivitas Kota Batang dan kecenderungan perkembangannya, meliputi:
- Kependudukan:
- Penggunaan lahan:
- Perkembangan sarana transportasi
- Tingkat pemenuhan sarana prasarana kota dan utilitas
3. Kebijakan pengembangan ruang wilayah sekitar
Kebijaksanaan dasar yang perlu dirumuskan tersebut meliputi:
a. Penentuan peranan dan fungsi Kota Batang dalam konstelasi dan sistem pengembangan wilayah yang lebih luas
b. Tujuan penataan ruang Kota Batang
c. Strategi pengembangan Kota Batang
Ketiga rumusan kebijaksanaan dasar tersebut akan diungkapkan dalam tiga bagian berikut ini:


Peran Dan Fungsi Kota Batang
Peran dan fungsi Kota Batang diturunkan dari analisis kedudukan Kota Batang dalam konteks pengembangan wilayahnya yang lebih luas, dan skala perwilayahan tertinggi hingga skala perwilayahan terendah yang berarti meliputi skala Propinsi Jawa Tengah, Kabupaten Batang dan Kecamatan Batang. Dan identifikasi terhadap peran Kota Batang dalam konstelasi pengembangan wilayah-wilayah tersebut, kemudian dilakukan pensintesaan fungsi Kota Batang. Peran adalah deskripsi yang menjelaskan secara konseptual tentang makna keberadaan Kota Batang ditinjau dari lingkup wilayah (Propinsi Jawa Tengah, Kabupaten Batang, dan Kecamatan Batang). Sedangkan fungsi adalah deskripsi operasional tentang kegiatan-kegiatan yang terjadi di Kota Batang sebagai akibat atau perwujudan/implementasi peran yang diembannya sesuai dengan potensi keberadaannya. Jadi antara peran dan fungsi saling terkait. Misalnya peran Kota Batang dalam lingkup Jawa Tengah adalah sebagai salah satu wilayah pendukung perkembangan jalur pantai utara Jawa Tengah. Akibat dari peran tersebut, maka fungsi Kota Batang adalah sebagai tempat berlangsungnya kegiatan distribusi barang dan jasa, salah satu pusat kegiatan pemerintahan di jalur pantai utara Jawa Tengah, salah satu pusat kegiatan industri di Jawa Tengah, dan sebagainya.

SKALA PERWILAYAHAN PERAN KOTA BATANG
· Wilayah Propinsi Jawa Tengah
· Sebagai salah satu wilayah pendukung perkembangan jalur pantai utara Jawa Tengah.
· Wilayah Kabupaten Batang
· Sebagai kota pusat pengembangan pada Sub-wilayah Pembangunan (SWP) I
· Sebagai kota hirarki I (Kota / Pusat Pelayanan I) dalam system perkotaan dan system pelayanan di wilayah Kabupaten Batang
· Sebagai kota pusat administrasi untuk wilayah Kabupaten Batang
· Wilayah Kecamatan Batang
· Sebagai pusat kota kemacetan
Sumber: Hasil Analisis, 2000

Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam konstelasi dan skenario pengembangan wilayah yang lebih luas, Kota Batang memiliki peran sebagai berikut:
1. Sebagai salah satu pusat pengembangan utama di wilayah Propinsi Jawa Tengah khususnya di jalur pantai utara Jawa Tengah
2. Sebagai salah satu pusat pelayanan di wilayah Kabupaten Batang, dengan hirarki pelayanan pertama
3. Sebagai pusat pengembangan pada SWP I di Kabupaten Batang, yang memiliki lingkup pelayanan yang meliputi wilayah Kecamatan Batang, Kecamatan Tulis, dan Kecamatan Warungasem
4. Sebagai ibukota (pusat pelayanan administrasi pemerintahan) di Kecamatan Batang.
Dari peran-peran yang diemban oleh Kota Batang ini, maka fungsi Kota Batang adalah:
1. Peran penting di jalur pantura Jawa Tengah, maka fungsi Kota Batang ialah tempat berlangsungnya kegiatan transportasi dan transit, dalam distribusi barang dan jasa di jalur pantai utara Jawa Tengah
2. Peran penting sebagai pusat pelayanan di Kabupaten Batang, maka fungsi Kota Batang adalah sebagai tempat berlangsungnya kegiatan pemerintahan dan pelayanan umum, kegiatan pendidikan, kegiatan perdagangan dan jasa, kegiatan industri, kegiatan pariwisata, dan kegiatan perumahan yang memiliki lingkup administrasi Kota Batang.
3. Peran sebagai pusat pengembangan SWP I di Kabupaten Batang, maka Kota Batang berfungsi sebagai tempat berlangsungnya kegiatan pemerintahan dan pelayanan umum, pendidikan, perdagangan dan jasa, dan perumahan yang memiliki lingkup Kota Batang.
4. Peran sebagai Ibukota Kecamatan Batang, maka fungsi Kota Batang adalah tempat berlangsungnya kegiatan pemerintahan dan pelayanan umum yang memiliki lingkup administrasi Kecamatan Batang.

PERAN FUNGSI FASILITAS PENDUKUNG
1. Sebagai salah satu pusat pengembangan utama di wilayah jalur pantai Utara Jawa Tengah
2. Tempat berlangsungnya kegiatan transportasi dan transit, dalam distribusi barang dan jasa di jalur pantai utara Jawa Tengah
3. Jalan skala propinsi
4. Parkiran sebagai area transit dalam perjalanan transportasi darat antar kota dalam distribusi barang dan jasa
5. Pelabuhan niaga skala propinsi
6. Sebagai pusat pelayanan Kabupaten Batang.
7.Tempat berlangsungnya kegiatan pemerintahan dan pelayanan umum, pendidikan, perdagangan dan jasa, industri, pariwisata dan perumahan yang memiliki lingkup pelayanan Kota Batang dan lainnya.
Dari fungsi dan peran tersebut kiranya jelas bahwa, dalam lingkup administrasi Kota Batang, yang terdiri dari 24 desa/keluraan, terdapat fungsi-fungsi kegiatan yang memiliki ruang lingkup pelayanan dan skala propinsi, skala kabupaten, skala kota, dan skala kawasan. Ruang lingkup skala pelayanan tersebut dibedakan oleh ruang lingkup skala pelayanan fasilitas sesuai dengan skala pelayanan yang diperankannya.
Fasilitas jalan sebagai prasarana kegiatan transportasi yang menghubungkan satu tempat dengan tempat lainnya. Jalan yang memiliki skala pelayanan propinsi tentu akan memiliki lebar yang lebih besar daripada jalan yang memiliki skala pelayanan kabupaten, kota, atau kawasan. Karena jalan tersebut akan menampung beban volume lalu lintas yang timbul akibat kegiatan transportasi antar kota (dalam skala propinsi), antar kota kecil (dalam skala kabupaten, kota, dan kawasan). Jadi, makna fungsi dan peran kota, terletak pada seberapa besar skala pelayanan fasilitas yang ada di kota tersebut, untuk melayani kegiatan-kegiatan kota sesuai dengan fungsi dan perannya. Semakin besar skala pelayanan fasilitas dalam sebuah kota, maka fungsi dan peran yang diembannya ‘‘ juga semakin berat, dus dengan demikian tingkat kekotaannya juga akan secara otomatis menjadi semakin tinggi.


Tujuan Penataan Ruang Kota Batang
Pada dasarnya, tujuan penataan ruang Kota Batang sangat ditentukan oleh peran dan fungsi kota yang telah ditetapkan, permasalahan-permasalahan yang dihadapi dan gambaran tentang bentuk kota yang ingin diwujudkan di masa yang akan datang. Peran dan fungsi kota yang ditetapkan merupakan suatu pelaksanaan kontribusi Kota Batang dalam skenario pengembangan wilayah yang lebih luas. Oleh karena itu, peran dan fungsi ini merupakan faktor pengaruh yang bersifat eksternal (akibat lokasi Kota Batang dilihat dan lingkup wilayah yang lebih luas). Faktor lainnya, yaitu permasalahan-permasalahan yang dihadapi dan bentuk kota yang ingin diwujudkan merupakan faktor-faktor internal yang berpengaruh dalam pembentukan tujuan perencanaan Kota Batang, dimana gambaran bentuk kota tersebut dihasilkan dan penelusuran kajian yang telah dilakukan sebelumnya. Dengan berdasarkan kepada faktor-faktor tersebut, maka tujuan perencanaan atau penataan ruang Kota Batang ini adalah:
· Secara normatif (konseptual), adalah untuk melakukan penataan unsur fisik dan non fisik di Kota Batang, agar perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian lahan kota sedemikian rupa sehingga dapat terukur, sesuai peran dan fungsi Kota Batang sebagaimana yang telah ditetapkan, yang mampu mengatasi dan mengantisipasi permasalahan-permasalahan pembangunan kota yang dihadapi, terutama dalam penyediaan sarana dan prasarana lingkungan kota serta permasalahan belum berkembangnya sistem perangkutan umum kota, dengan melakukan pengembangan Kota Batang menuju suatu kota pusat pelayanan di wilayah Kabupaten, dengan berbasiskan ekonomi kota pada kegiatan perdagangan dan jasa dan industri kecil dan rumah tangga.
· Secara struktural (bentuk fisik keruangan yang dapat diamati), penataan rung Kota Batang ini ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan, dan mewujudkan struktur kota yang mantap dan terintegrasi dalam suatu kesatuan sistem kegiatan yang bercirikan kekotaan yang saling menunjang antara satu kegiatan dan kegiatan lainnya melalui alokasi kebutuhan ruang sesuai jenis kegiatan yang akan dikembangkan sehingga secara fisik keruangan dapat diamati polanya. Peningkatan efisiensi dan efektivitas pelayanan yang dimaksud adalah efisiensi dan efektivitas pelayanan jasa sosial-ekonomi, sosial-budaya dan jasa-jasa pemerintahan baik bagi penduduk di dalam wilayah Kota Batang itu sendiri maupun bagi penduduk di wilayah Kecamatan Batang, serta penduduk di wilayah SWP I. Adapun untuk mewujudkan struktur kota yang mantap dan terintegrasi adalah menciptakan struktur tata ruang kota yang saling terhubungkan antara bagian bagian kota sehingga dapat dicapai suatu kondisi kegiatan yang saling menunjang antar bagian wilayah kota. Dengan menata struktur tata ruang dan struktur pelayanan kota, diharapkan semua penduduk kota dapat menikmati pelayanan kebutuhannya secara lebih adil, merata efektif dan efisien melalui distribusi fasilitas pelayanan dan kegiatan kota.
· Secara fungsional (kriteria perumusan lokasi kegiatan untuk setiap jenis kegiatan), penataan ruang Kota Batang ditujukan untuk menyediakan wadah bagi berbagai fungsi kegiatan perkotaan terutama yang berkaitan dengan peran dan fungsi kota dalam konstelasi regionalnya, disamping fungsi lokalnya. Dengan penataan ruang kota, diharapkan peletakan lokasi dan dimensi berbagai fungsi utama kota lebih jelas aturannya, dan secara operasional dapat ditindak lanjuti dalam produk rencana sektoral oleh instansi terkait, penentuan kriteria-kriteria lokasi yang optimal sebagai tempat berlangsungnya suatu kegiatan tertentu.


Arahan Pembagian Wilayah Kota Batang
Untuk lebih meningkatkan efisiensi dalam kegiatan pelayanan kota, mempersempit ruang lingkup pengamatan, dan untuk lebih meningkatkan pencapaian pemerataan kegiatan kota, maka perlu dilakukan suatu upaya untuk memilah-milah wilayah Kota Batang menjadi beberapa bagian wilayah kota sesuai dengan kesamaan karakteristiknya.
Kesamaan karakteristik yang dimaksud, dapat berupa kesamaan wilayah karena adanya homogenitas kondisi fisik alam (misalnya daerah pantai, daerah datar, daerah berbukit, dan sebagainya), kesamaan akibat adanya pola pengelompokkan lahan terbangun dan non terbangun (figure dan ground), kesamaan orientasi pergerakan penduduknya di dalam mencapai suatu lokasi fasilitas tertentu, atau adanya pola keterkaitan kegiatan antar segmen di dalam Kota Batang. Jadi, pertimbangan yang digunakan dalam pembagian wilayah Kota Batang adalah
Kondisi fisik alam di dalam wilayah perencanaan
Persebaran kawasan permukiman
Persebaran fasilitas pelayanan kota
Keterkaitan kegiatan akibat adanya jaringan penghubung dalam dan antar lingkungan permukiman kota
Jenis, volume, intensitas, dan frekuensi kegiatan penduduk, dalam satu satuan ruang yang didefinisikan untuk masing-masing bagian wilayah kota, relatif konstan. Misalnya setiap hari, orang cenderung memiliki tujuan perjalanan yang tetap, misalnya ke kantor, ke sekolah, ke warung, pada jam yang sama, rute yang sama, moda yang sama. Secara implisit hal itu disebabkan adanya motif pertungan ekonomi-orang selalu cenderung menghitung budjetnya selama sebulan. Perjalanan memerlukan biaya. Jika dapat dihemat maka biaya perjalanan dialokasikan untuk tabungan atau untuk keperluan lainnya. Hal itu juga berarti bahwa penduduk memerlukan fasilitas yang dekat dengan lokasi tempat asalnya karena motif ekonomi-menghemat biaya. Maka dari itu fasilitas sedapat rnungkin dialokasikan pada lĂłkasi jarak dan waktu tempuh terdekat dari pusat-pusat permukiman penduduk (didistribusikan secara merata sepanjang memungkinkan dari sudut efisiensi pemenuhan fasilitas). Itulah makna pembentukan bagian wilayah kota jika dianalogikan dalam kenyataan ril yang diamati dalam kenyataan sehari-hari.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka wilayah Kota Batang diarahkan untuk dibagi menjadi 5 Bagian Wilayah Kota (BWK), sebagaimana telah diuraikan dalam RIK Kota Batang yang sekarang dievaluasi.
Strategi Pengembangan Kota Batang
Untuk mencapai tujuan penataan ruang Kota Batang yang diinginkan, serta untuk mengarahkan perkembangan kota sesuai dengan peran dan fungsi kota yang lainnya, maka diperlukan suatu strategi pengembangan kota yang mencakup beberapa aspek utama yaitu:
-Strategi distribusi penduduk (manusianya)
-Strategi pengembangan sektor-sektor kegiatan kota (aktifitasnya)
-Strategi dasar pengembangan fisik kota (wadah kegiatannya)

Strategi Pengembangan Kegiatan Pendidikan
Kegiatan pendidikan, merupakan kegiatan penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan aset penting bagi suatu wilayah. Secara kewilayahan, aspek penting kualitas sumber daya manusia tersebut terletak pada perilaku setiap penduduk di dalam ruang, seperti sikap sadar terhadap kesehatan lingkungan, sadar untuk mematuhi ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah kota, sikap untuk hemat energi, perilaku di jalan, dan sebagainya.
Saat ini, dilihat dari skala pelayanannya, di Kota Batang terdapat fasilitas pendidikan yang memiliki skala pelayanan dan skala lingkungan, skala kawasan, dan skala kota. Idealnya fasilitas pendidikan tersebut terdistribusi secara merata di dalam cluster-cluster kawasan dalam lingkup Kota Batang, sehingga tidak akan dijumpai fasilitas pendidikan yang berlokasi pada suatu tempat yang memiliki waktu tempuh yang lama dan suatu lokasi permukiman tertentu. Pada kondisi yang demikian (waktu tempuh dan lokasi tempat tinggal ke lokasi tempat pendidikan terlalu lama), dapat dikatakan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat dan pelayanan aspek pendidikan ini masih perlu untuk ditingkatkan.
Sebagai tempat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang memerlukan konsentrasi, maka lokasi fasilitas pendidikan memerlukan suatu lokasi yang tenang. Sebagai suatu fasilitas publik, maka lokasi suatu fasilitas pendidikan harus memiliki aksesibilitas yang baik, baik melalui moda angkutan pribadi, angkutan umum, bermotor maupun tidak bermotor.
Satu hal mendasar yang perlu dicermati, yang berlaku di kota-kota di Indonesia, termasuk dalam hal ini Kota Batang, sehubungan dengan penyediaan fasilitas pendidikan ini ialah adanya perilaku masyarakat yang cenderung untuk memilih fasilitas pendidikan yang bermutu baik, meskipun memiliki jarak tempuh yang jauh dan lokasi tempat tinggalnya. Perilaku tersebut ditempuh karena kesadaran masyarakat akan anti penting pendidikan semakin meningkat. Disamping itu juga didukung adanya kenyataan, bahwa memang kualitas antar satu fasilitas pendidikan, dengan fasilitas pendidikan yang lain, untuk jenjang yang sama, sangat berlainan. Kondisi tersebut berlaku untuk fasilitas pendidikan, mulai dari TK, SD, SLTP, sampai dengan SLTA.
Disamping segi kualitasnya, fasilitas pendidikan juga harus dibahas dari segi kuantitasnya, dalam arti rasio antara kebutuhan dan penyediaan akan fasilitas ini juga harus seimbang. Adalah sesuatu yang menjadi suatu keharusan, kalau hal tersebut menjadi bagian dari program kebijakan oleh instansi terkait di Kota Batang, yaitu Dinas Pendidikan Kabupaten Batang, untuk memikirkan suatu cara dalam hal pemenuhan fasilitas pendidikan untuk masyarakat Kota Batang, yang mana fasilitas tersebut baik secara kualitas dan cukup secara kuantitas.
Secara spasial, pertimbangan terhadap aspek kuantitas dan kualitas pemenuhan fasilitas pendidikan seperti diuraikan di atas, membawa dampak-dampak keruangan sebagai berikut:
Kegiatan pendidikan adalah kegiatan yang terjadi pada waktu-waktu tertentu selama hari sekolah, yaitu dimulai di pagi hari, dan berakhir di siang/sore hari. Pada waktu-waktu tersebut akan terjadi mobilitas siswa dan guru dari rumah ke sekolah dan sebaliknya. Jumlah orang yang melakukan mobilitas tersebut, adalah sejumlah siswa dan guru yang ada di semua sekolah yang ada di Kota Batang. Distribusi intensitas mobilitas kegiatan pendidikan pada tiap segmen di Kota Batang, tergantung dari lokasi rumah tempat tinggal dan lokasi sekolah sebagai tujuan perjalanan. Pada lokasi tertentu, biasanya terjadi penumpukkan intensitas mobilitas yang tidak saja menimbulkan kemacetan sesaat, namun juga terkadang membahayakan keselamatan. Kondisi itu dapat dilihat, terutama pada mobilitas kegiatan pendidikan yang memanfaatkan angkutan umum sebagai moda perpindahan. Fenomena ini khususnya terjadi pada kegiatan pendidikan yang memiliki skala pelayanan kota, yaitu SLTP dan SLTA.
Sehubungan dengan pertimbangan terhadap kualitas masing-masing tempat pendidikan, di atas telah dijelaskan bahwa orang bisa jadi memilih lokasi fasilitas pendidikan yang jauh dan tempat tinggalnya, namun memiliki kualitas yang lebih baik daripada tempat pendidikan yang dekat dengan tempat tinggalnya namun memiliki kualitas yang kurang baik. Artinya, orang bersedia membayar ongkos transportasi yang lebih mahal, dengan pertimbangan investasi jangka panjang. Bahwa ilmu yang harganya relatif lebih mahal dibayar sekarang, pada jangka panjang akan memberikan benefit yang lebih besar kepada si pemiliknya. Fenomena untuk memilih lokasi tempat pendidikan yang memiliki kualitas lebih baik tersebut, tidak saja terjadi antar segmen lokasi di dalam kota, namun bisa juga terjadi dalam skala antar kota. Dalam hal demikian, maka terjadi interaksi antar wilayah dalam hal peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka strategi pengembangan fasilitas pendidikan dapat diuraikan sebagai berikut;
1. Menyangkut lokasi fasilitas pendidikan Strategi yang ditempuh ialah melalui penempatan fasilitas pendidikan pada lokasi yang tenang dan memiliki aksesibilitas yang baik, khususnya untuk pembangunan fasilitas pendidikan baru, terutama yang memiliki skala pelayanan kota (SLTP dan SLTA). Sedangkan lokasi fasilitas pendidikan yang sudah ada sekarang, jika belum memenuhi syarat-syarat tersebut, hendaknya diupayakan pemenuhananya.
2. Menyangkut moda transportasi fasilitas pendidikan : strategi yang ditempuh ialah menyediakan fasilitas tempat perhentian (shelter dan sejenisnya), agar moda transportasi umum yang digunakan oleh murid maupun guru untuk berangkat ke sekolah atau pulang ke rumah, pada saat jam berangkat dan pulang sekolah, tidak mengganggu kelancaran lalu lintas di Kota Batang.
3. Menyangkut distribusi fasilitas pendidikan : Diupayakan agar fasilitas pendidikan, khususnya yang memiliki skala pelayanan kawasan (TK dan SD) terdistribusi merata ke semua wilayah di Kota Batang sesuai dengan daya dukung penduduknya.

Strategi Pengembangan Kegiatan Transportasi
Strategi pengembangan transportasi kota adalah untuk memperlancar arus lalu lintas pergerakan barang dan/atau manusia guna meningkatkan interaksi kegiatan kota, serta untuk meningkatkan pelayanan transportasi kota melalui pembangunan sarana dan prasarana transportasi yang memadai dan menjamin keserasian antara sistem transpotasi lokal dengan sistem transportasi regional. Selain itu, pengembangan sistem transportasi Kota Batang juga dilakukan untuk membentuk struktur kota yang lebih baik, dan mengarahkan perkembangan kota sesuai dengan perencanaan yang dilakukan.
Pengembangan sistem transportasi ini dilakukan dengan mengembangkan, meningkatkan dan mempertahankan kualitas jaringan jalan lokal dan regional.
Sebagai pusat pelayanan kegiatan jasa pemerintahan dan pusat kegiatan perdagangan wilayah untuk lingkup SWP I, Kota Batang berperan penting dalam melayani transit barang baik yang berupa koleksi (pengumpulan) barang-barang hasil produksi masyarakat di wilayah belakangnya maupun distribusi (penyebaran) barang-barang kebutuhan masyarakat di seluruh wilayah. Dengan demikian kegiatan transit ini berpotensi menjadi salah satu kegiatan utama kota yang dapat menunjang perkembangan kota di masa yang akan datang. Untuk menunjang usaha peningkatan peranan kegiatan ini, maka perlu ditingkatkan fasilitas transportasi yang memadai dan kualitas pelayanan yang makin tinggi seperti penyediaan jaringan jalan regional dan fasilitas terminal angkutan urnum beserta sarana angkutan umumnya.
Peningkatan kegiatan transit yang sejalan dengan perkembangan kota di masa yang akan datang akan mengubah pola transportasi saat ini sehingga perlu dilakukan penataan sistem transportasi yang menyeluruh dan terpadu untuk menghindari terjadinya permasalahan-permasalahan yang timbul seperti pemusatan beban lalu lintas pada kawasan tertentu, bercampurnya jalur pergerakan lokal dan regional, dan lain-lain. Kondisi itu, seiring dengan adanya rencana Kantor Perhubungan Kabupaten Batang, untuk menyusun Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan Kabupaten (RUJTJK). Termasuk di dalamnya rute baru untuk lintas utara Kota Batang sebagai berikut
Pekalongan-Seruni-Kemenuran-Karang Asem-Sigandu-Samsat-Karang AsemKarang Malang-Pekalongan
Terminal Batang-Dr. Cipto-Gajah Mada-Bungaran-Ahmad Yani-Dr. Wahidin RS Kalisari-Terban-Menguneng-Pandansari
Sedangkan rute penghubung yang direncanakan untuk Kota Batang dan wilayah sekitarnya ialah sebagai berikut
1. Batang-Tulis-Bandar
2. Batang-Wonotunggal-Bandar-Batur-Wonosobo
Selain itu, pengembangan jaringan jalan di Kota Batang juga ditujukan untuk membentuk struktur kota yang lebih mantap dengan mengurangi kepadatan lalu lintas di pusat kota, yang dipadukan dengan Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan Kabupaten tersebut di atas, yang nantinya akan ditangani oleh instansi teknis di Kota Batang yang dikoordinasi oleh Kantor Perhubungan.
Di samping pengembangan jalan yang bersifat strategis (menghubungkan antar kota), untuk meningkatkan aksesibilitas pencapaian bagian-bagian di Kota Batang dilakukan dengan mengembangkan jalan-jalan baru yang berdasarkan pengamatan di lapangan telah terbentuk embrionya, khususnya pengembangan jaringan jalan lingkungan kota untuk lebih menyebarkan kegiatan perumahan dan kegiatan jasa-jasa pelayanan lingkungan secara lebih merata ke seluruh bagian wilayah kota.
Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan kota ini, sedapat mungkin dilakukan dengan mengupayakan suatu pemisahan antara jaringan jalan yang melayani pergerakan regional dan jaringan jalan yang melayani pergerakan lokal kota. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya benturan atau konflik konflik yang terjadi di antara kedua jenis pergerakan yang berbeda karakter dan kebutuhan tersebut, sehingga dapat dihindari dan dihindari masalah-masalah seperti kemacetan dan kemungkinan-kemungkinan (potensi) timbulnya bahaya kecelakaan yang terjadi.
Pengembangan sistem transportasi ini juga dilakukan dengan mengembangkan fasilitas terminal atau sub-terminal kota sebagai simpul pergerakan angkutan umum, dan pengembangan fasilitas-fasilitas lain yang menunjang kelancaran dan pengelolaan lalu lintas seperti fasilitas tempat parkir, tempat pemberhentian kendaraan umum (halte bus/ shelter), rambu-rambu lalu lintas, dan lain-lain. Pengembangan terminal kota perlu dilakukan secara terintegrasi dengan pengembangan elemen pemanfaatan ruang kota lainnya, agar juga dapat digunakan sebagai faktor penarik kegiatan kota ke arah lokasi pengembangan kota yang telah ditetapkan.

Strategi Pengembangan Kegiatan Non-Perkotaan
Sejalan dengan perkembangan kota dan proses transformasi sosial masyarakat menuju suatu masyarakat kota yang dinamis, kawasan-kawasan pertanian (tegalan dan perkebunan) serta kegiatan pertanian itu sendiri akan cenderung menurun sehingga kawasan-kawasan pertanian ini berfungsi pula sebagai lahan-lahan cadangan pengembangan kota. Dengan demikian, secara bertahap lahan pertanian ini nantinya akan berubah menjadi lahan terbangun yang intensif, apabila perkembangan kota telah mencapai tahap yang direncanakan. Pengalihan lahan perkebunan menjadi kawasan terbangun ini dilakukan secara hati-hati, dan hanya dilakukan bila sudah tidak ada kawasan lain yang benar benar layak (suitable) untuk pengembangan kota.
Pelestarian kegiatan pertanian dan non-perkotaan lainnya, terutama, dilakukan pada kawasan-kawasan yang memiliki kendala dan keterbatasan fisik atau pelestarian kegiatan pertanian dan non-perkotaan lainnya yang sengaja direncanakan bukan untuk kawasan pengembangan kegiatan perkotaan seperti kawasan sempadan sungai, sempadan kereta api, dan sempadan jaringan listrik tegangan tinggi dan ekstra-tinggi.

SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI

Panjang jalan di Kabupaten Batang tahun 2005 mencapai 572,53 km dari panjang jalan tersebut 51,99% dalam kondisi baik, 32,80% sedang dan 15,21% rusak. Kalau dilihat dari kelas jalan yang ada, 91,79% kelas jalan III dan 8,21% kelas jalan II. Kelas jalan III A, III B dan III C masing-masing 13,19%, 63,86% dan 14,73%. Kondisi sistem jaringan jalan yang ada

di Kabupaten Batang dikelompokkan berdasarkan jenis permukaan, kondisi jalan dan kelas jalan.

POLA PENGGUNAAN LAHAN KAB.BATANG

Luas Wilayah
Luas Wilayah Kabupaten Batang adalah 78.864,18 ha. Dari luas tersbut 22.459,58 Ha (28,48%) merupakan lahan sawah dan 56.404,58 Ha (71,52%) lahan bukan lahan sawah. Kecamatan Subah mempunyai wilayah terluas dengan luasan 11,764,44 ha (14,17%), sedangkan Kecamatan Warungasem mempunyai luas wilayah paling sempit dengan luasan 2.355,38 ha (2,99%).

Pola Penggunaan Lahan
Berdasarkan data tahun 2005, penggunaan sebagian besar lahan sawah di Kabupaten Batang digunakan sebagai lahan sawah berpengairan irigasi teknis seluas 7.572,24 ha (33,72 %), irigasi ½ teknis seluas 2.412,45 ha (10,74 %), irigasi sederhana seluas 10.632,45 ha (47,34 %) dan tadah hujan seluas 1.842,44 ha (8,20 %). Sedangkan penggunaan lahan bukan lahan sawah meliputi bangunan pekarangan seluas 12.025,94 Ha (21,33 %), tegal/huma seluas 19.270,75 Ha (34,16%), padang rumput seluas 89,85 ha (0,15 %), tambak seluas 131,40 ha (0,23 %), hutan rakyat/negara seluas 13.333,47 ha (23,64 %), perkebunan seluas 7.909,11 ha (14,02 %) dan penggunaan lainnya seluas 3.644,06 ha (6,47 %).
Dari ke-12 kecamatan yang ada di Kabupaten Batang Kecamatan Warungasem dengan luas 1.199,36 Ha merupakan kecamatan yang paling kecil luas wilayahnya, sedangkan kecamatan yang paling besar adalah Kecamatan Subah dengan luas 9.342,29 Ha.

KEADAAN SISTEM UTILITAS KAB.BATANG

Sistem Jaringan Air Bersih
Penyediaan air bersih bertujuan untuk memperluas pelayanan air bersih kepada masyarakat, tempat-tempat umum dan sektor industri, baik diperkotaan maupun di pedesaan. Di perkotaan pelayanan yang telah ada akan ditingkatkan dan diperbaiki, sedangkan di pedesaan akan melanjutkan program yang telah ada dengan mengutamakan desa-desa yang sulit mendapatkan sumber air bersih dari sistem non perpipaan dengan membangun sumur gali, sumur pompa dan bak penampungan air hujan serta memanfaatkan dan memelihara sarana air bersih yang sudah ada.
Penyediaan pelayanan air bersih melalui sistem jaringan perpipaan di Kabupaten Batang dilayani oleh PDAM. Berdasarkan data tahun 2005 di Kabupaten Batang banyaknya air minum yang sudah disalurkan berjumlah 3.655.338 m³ dari jumlah tersebut sebagian besar disalurkan pada rumah tangga sebesar 94,46 %, pelayanan umum 2,22 %, sisanya disalurkan pada hotel/niaga, badan sosial/rumah sakit, industri dan instansi pemerintah.
Sistem Jaringan Listrik
Kebutuhan energi listrik terus meningkat sejalan dengan roda perekonomian daerah. Jumlah energi listrik terjual selama tahun 2005 sebesar 162.600.989 kwh. Energi listrik tersebut sebagian besar dimanfaatkan oleh rumah tangga. Jumlah pelanggan listrik di Kabupaten Batang adalah pelanggan rumah tangga yang mencapai 93,38 %, industri 1,96 % dan pelanggan lainnya (kantor, sarana sosial dan lain-lain) 4,66 %.

KONDISI PENDIDIKAN DI KABUPATEN BATANG


Perencanaan lokasi proyek pendidikan termasuk bagian dari keseluruhan bidang-bidang perencanaan yang tercakup dalam perencanaan wilayah. Namun untuk beberapa sub bidang yang cakupan wilayahnya sempit tetapi bersifat rinci seperti perencanaan pendidikan, telah diajarkan pada disiplin ilmu lainnya. Sehingga seringkali tidak diajarkan dalam ilmu perencanaan wilayah.
Antara perencanaan transportasi dan perencanaan lokasi proyek pendidikan memiliki interaksi pola spasial yang saling mendukung. Dalam perencanaan transportasi, sudah barang tentu memperhatikan fungsi kinerja jaringan jalan. Pembangunan jaringan jalan yang kurang memperhatikan fungsinya salah satunya sebagai jalur transportasi pendidikan, dapat saja menghambat pembangunan lainnya.
Setiap pembangunan di daerah tertentu sangat mempengaruhi pola pergerakan penduduknya. Dimana penggunaan lahan dan distribusi spasialnya merupakan faktor penentu dalam pengadaan prasarana dan sarana transportasi yang menyebabkan terjadinya interaksi. Hal ini penting dalam memperkuat interaksi antara tata guna lahan dengan kebutuhan transportasi yang mendukung aktifitas yang terdapat di masing-masing tata guna lahan termasuk lokasi sekolah di kabupaten Batang.
Indonesia pada masa sekarang laju pertumbuhan penduduk nasionalnya adalah 1,8 % dengan pertumbuhan laju penduduk perkotaan 5,4 % dan laju pertumbuhan penduduk pedesaan 0,8 %. Sehingga diperkirakan pada tahun 2018 sekitar 52 % penduduk nasional akan berada di perkotaan (Budi Tjahyati, 2000). Kecenderungan pemusatan penduduk di di pusat-pusat kota akan berdampak terhadap kecenderungan aktivitas di perkotaan yang diperkirakan akan meningkat baik secara langsung maupun tidak langsung dan secara luas dapat membangkitkan pergerakan yang semakin tinggi serta meningkakan pertumbuhan yang pesat. Dengan demikian kebutuhan terhadap jaringan jalan akan semakin meningkat. Terlebih pada daerah-daerah yang terpencil, untuk membangkitkan pergerakan dan aktivitas juga diperlukan jaringan jalan yang merupakan bagian dari sistem transportasi.
Sistem transportasi kota terdiri dari berbagai aktivitas seperti bekerja, sekolah, olah raga, belanja, dan bertamu yang berlangsung di atas sebidang tanah atau lahan (kantor, pabrik, pertokoan, rumah dan lain-lain). Potongan lahan ini biasa disebut tata guna lahan (Tamin, 2000). Untuk memenuhi kebutuhannya, penduduk perkotaan melakukan perjalanan di antara tata guna lahan tersebut dengan menggunakan sistem jaringan transportasi (misalnya berjalan kaki atau naik bus). Hal ini menimbulkan pergerakan arus manusia, kendaraan dan barang. Pergerakan arus manusia, kendaraan, dan barang mengakibatkan berbagai macam interaksi. Terdapat interaksi antara pekerja dan tempat bekerja, antara ibu rumah tangga dan pasar, antara peljar dan sekolah, dan dan antara pabik dan lokasi bahan mentah serta pasar. Hampir semua interaksi memerlukan perjalanan. Dan oleh sebab itu menghasilkan pergerakan arus lalu lintas. Kecenderungan peningkatan aktivitas di perkotaan sebagai hasil interaksi antara penduduk kota akan memberikan hasil yang berbeda-beda tergantung kepada perkembangan aktivitas itu sendiri. Ada tiga faktor kebijakan yang mempengaruhi perkembangan transportasi di suatu kota yaitu sistem kegiatan (tata guna lahan) atau transportasion demand, sistem jaringan (sarana dan prasarana) atau transportation supply dan sistem pergerakan (Tamin,2000). Rencana tata guna lahan yang baik dapat mengurangi kebutuhan akan perjalanan yang panjang sehingga membuat interaksi lebih. Sedangkan sistem jaringan dapat dioptimalkan dengan meningkatkan kapasitas pelayanan prasarana yang ada seperti melebarkan jalan, menambah jaringan jalan baru dan lain-lain. Perbaikan sistem pergerakan dapat dilakukan dengan mengatur teknik dan manajemen lalu lintas (jangka pendek), fasilitas angkutan umum yang lebih baik (jangka pendek dan menengah) maupun pembangunan jalan (jangka panjang).
Laju pertumbuhan penduduk di kabupaten Batang adalah 0,6 % terhitung periode 2004-2007( Batang dalam Angka Tahun 2007). Berdasarkan asumsi pertumbuhan jumlah penduduk per tahun di Kabupaten Batang , dapat diproyeksikan jumlah penduduk usia pendidikan selama 5 sampai tahun 2013 berturut-turut putra dan putri sebagai berikut:
1. Penduduk Usia TK (4-6 Th)
40.313 jiwa
44.114 jiwa
2. Penduduk usia SD (7-12 Th)
92.431 jiwa
101.567 jiwa
3 . Penduduk Usia SMP (13-15 Th)
68.034 jiwa
74.765 jiwa
4. Penduduk Usia SLTA (16-18 Th)
43.950 jiwa
47.886 jiwa

Sedangkan untuk perkembangan jumlah siswa per tahun antara TK/RA, SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB dan SMA/MA/SMK kecenderungannya lebih tinggi daripada tingkat pertumbuhan penduduk, yaitu TK/RA sebesar 2,70 %, SD/MI/SDLB sebesar 0,80 %, SMP/MTs/SMPLB sebesar 1,11 % dan SMA/MA/SMK sebesar 8,46 %. Dengan dasar asumsi perkembangan siswa tersebut dapat dihitung perkiraan jumlah siswa selama 5 tahun sampai dengan tahun 2013 sebagai berikut:

1. Jumlah siswa TK / RA
Putra=7339 jiwa
Putri=44.114 jiwa
2. Jumlah siswa SD/MI/SDLB
Putra=85.071 jiwa
Putri=101.567 jiwa
3. Jumlah siswa SMP/MTs/SMPLB
Putra= 29.658 jiwa
Putri= 74.765 jiwa
4. Jumlah siswa SMA/MA/SMK
Putra= 22.258 jiwa
Putri= 31.897 jiwa

Di kabupaten Batang, pembangunan Unit Gedung Baru (UGB)/Unit Sekolah Baru menurut pengamatan peneliti pemerintah belum memperhatikan tata guna lahan yang tepat. Ada beberapa sekolah yang dibangun di lokasi yang karena harga tanahnya murah. Padahal selain tingkat kemiringannya melebihi 15 %, juga sulit dijangkau oleh masyarakat. Atau bahkan berdekatan dengan sekolah lain. Dengan demikian, pemerintah kurang memperhatikan rasio penduduk usia sekolah dengan kebutuhan sekolah. Sementara ada sekolah yang belum beroperasi ternyata sudah ada ruang kelas yang longsor akibat kondisi tanah yang labil. Hal ini menunjukkan perlunya pengkajian lebih lanjut tentang dimana seharusnya pembangunan UGB/USB dilaksanakan.
Secara umum pola jaringan jalan yang terbentuk di kabupaten Batang adalah pola terpencar. Karena sistem transportasi jalan regional yang ada berorientasi ke pusat kecamatan. Jalur regional tersebut merupakan jalur yang melewati kawasan agrowisata Surban Wali, perdagangan dan terminal serta pasar. Karakteristik lalu lintas di kabupaten Batang terutama didominasi oleh kegiatan perdagangan, jasa, pendidikan dan komuter pegawai dengan pola pergerakan utama ke tempat bekerja, pabrik, sekolah,perkebunan, pertanian dan pasar dari padi sampai sore.
Di kabupaten Batang, peningkatan jaringan kinerja jalan dan lokasi pendidikan dapat dikatakan masih ada yang kurang mendukung. Masih terdapat beberapa daerah terpencil yan kurang terjangkau oleh keberadaan lokasi sekolah karena jarak rumah yang jauh dari lokasi sekolah. Seperti desa Gerlang (Blado), Desa Tombo(Bandar), Desa Duren Ombo(Subah), Desa Dlisen (limpung), Desa Pranten), Desa Kebaturan(Bawang), dan Gumawang (Pecalungan). Sementara ada di daerah lain terutama di pusat kecamatan atau pusat kota yang lokasi sekolah satu dengan yang lainnya saling berdekatan bahkan berdekatan dengan jalan sehingga menyebabkan siwa terganggu oleh kebisingan. Keadaan ini tentu saja membutuhkan penyelesaian yang tepat.
Pada saat ini ada 9 (sembilan) akses jalur jalan yang menghubungkan kabupaten Batang dan daerah lainnya yaitu:
1. Jalan Limpung – Banyuputih – Weleri
2. Jalan Plelen – Gringsing-Weleri
3. Jalan Weleri-Gringsing-Siklayu
4. Jalan Batang-Pekalongan
5. Jalan Batang-Warungasem-Pekalongan
6. Jalan Bandar-Warungasem-Pekalongan
7. Jalan Sukorejo-Bawang-Limpung
8. Jalan Limpung-Tersono-Sangubanyu-Plantungan
9. Jalan Limpung-Tersono-Bonwaru-Weleri
Pengembangan jaringan jalan di suatu wilayah harus disertai dengan penerapan pola penggunaan lahan yang tepat, sehingga pengembangan jaringan jalan dapat merangsang perkembangan pendidikan di suatu wilayah., membuka isolasi suatu wilayah dan mengatasi permasalahan transportasi bagi ativitas pendidikan.
Pasal 31 Ayat (1) bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Dari kondisi tersebut, Indonesia harus segera melakukan strategi baru dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas bangsa melalui pendidikan yang berkualitas. Sehingga diharapkan mampu menghasilkan manusia-manusia unggul, cerdas dan kompetitif. Untuk itu diperlukan tiga pilar utama dalam pembangunan pendidikan nasional yaitu:
1. Peningkatan pemerataan dan akses pendidikan
2. Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing serta tata kelola yang baik
3. Good governance (transparansi) dan pencitraan publik.
Dalam hal ini, pemerintah mempunyai kewajiban konstitusional untuk memberi pelayanan pendidikan yang dapat dijangkau oleh seluruh warga negara. Oleh karena itu, upaya peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan yang lebih berkualitas merupakan mandat yang harus dilakukan sesuai dengan tujuan negara Indonesia yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

KEPENDUDUKAN KABUPATEN BATANG


Pertumbuhan Jumlah Penduduk
Mengkaji suatu daerah tidak akan lepas dari masalah penduduk yang ada di suatu wilayah. Kondisi kependudukan suatu wilayah yang perlu diperhatikan dalam penyusunan suatu perencanaan meliputi struktur penduduk menurut jenis kelamin, menurut mata pencaharian, tingkat pendidikan, pemeluk agama dan lain sebagainya. Masalah kependudukan yang ada di Kabupaten Batang lebih lanjut akan di bahas di bawah ini:

Jumlah Rumah Tangga
Jumlah rumah tangga di Kabupaten Batang pada tahun 2005 sebanyak 164.729 dengan rata-rata besarnya anggota rumah tangga sebesar 4,2 orang. Untuk lebih jelasnya banyaknya rumah tangga dari tahun 1995-2005 (10 tahun)

Jumlah dan Perkembangan Penduduk
Jumlah penduduk Kabupaten Batang pada tahun 2006 694.453 dan tahun 2007 tercatat 699.105 jiwa yang terdiri dari 348.756 laki- laki dan 350.349 perempuan. dengan pertumbuhan rata rata penduduk sejak tahun 2004 tercatat 0,68%. Berarti pertumbuhan penduduk di Kabupaten Batang tergolong masih rendah. Jumlah Total penduduk kabupaten Batang adalah 699.105 jiwa terdiri dari penduduk laki-laki 348.756 jiwa dan penduduk perempuan 350.349 jiwa.
Sumber : Badan Pusat Statistik Kab.Batang

Selanjutnya pertumbuhan penduduk di Kabupaten Batang tersebut dipengaruhi oleh kondisi tingkat kelahiran, kematian dan migrasi penduduknya. Pertumbuhan penduduk yang dipengaruhi oleh tingkat kelahiran dan kematian saja disebut pertumbuhan alami dan pertumbuhan penduduk yang dipengaruhi oleh tingkat kelahiran, kematian dan migrasi disebut pertumbuhan non alami.
Secara umum jumlah kelahiran dan kematian di Kabupaten Batang pada tahun 2007 yaitu jumlah kelahiran sebesar 4.036 jiwa dan jumlah kematian sebesar 1.816 jiwa, sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah kelahiran di Kabupaten Batang jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah kematian.
Diperinci tiap kecamatannya, pada tahun tersebut jumlah kelahiran tertinggi terdapat di Kecamatan Bandar yaitu sebesar 666 jiwa sedangkan untuk jumlah kelahiran terendah terdapat di Kecamatan Tersono sebesar 186 jiwa. Pada tahun yang sama, jumlah kematian tertinggi di Kecamatan Warungasem sebesar 612 jiwa, sedangkan jumlah kematian terendah di Kecamatan Tersono sebesar 60 jiwa.
Berdasarkan kondisi di atas maka pertambahan alami di Kabupaten Batang sebesar 2.220 jiwa dengan pertambahan alami terbesar terjadi di Kecamatan Bandar sebesar 595 jiwa dan terkecil di Kecamatan Warungasem sebesar -118.
Selanjutnya angka rata-rata kelahiran/1000 penduduk di Kabupaten Batang pada tahun 2005 sebesar 5,88 dengan angka kelahiran tertinggi di Kecamatan Warungasem dan angka kelahiran terendah di Kecamatan Batang. Sedangkan angka rata-rata kematian/1000 penduduk di Kabupaten Batang pada tahun 2005 sebesar 2,65 dengan angka kematian tertinggi di Kecamatan Warungasem sebesar 13,63 dan angka kelahiran terendah di Kecamatan Batang sebesar 1,01.

Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk di Kabupaten Batang pada tahun 2007 sebesar 2.783 km² dengan kepadatan terbesar berada di Kecamatan Batang 3.181 km², sedangkan kepadatan terkecil di Kecamatan Blado 559 km².

Penduduk Menurut Kelompok Umur
Berdasarkan jumlah penduduk menurut kelompok umur, maka kelompok umur tertinggi adalah kelompok umur 10 – 14 tahun dengan jumlah penduduk 74.523 jiwa atau sekitar 10,79 % dari seluruh jumlah penduduk yang ada. Sedangkan kelompok umur terkecil adalah kelompok umur 65 – 69 tahun dengan jumlah penduduk 13.977 jiwa atau 2,02 % dari seluruh jumlah penduduk pada Kabupaten Batang.

Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Struktur penduduk menurut tingkat pendidikan merupakan salah satu tolok ukur bagi kualitas sumberdaya manusia. Untuk itu perlu diketahui kondisi penduduk menurut pendidikan yang ada di Kabupaten Batang. Sesuai data BPS Propinsi Tahun 2007 tentang Rangkuman Data Penduduk Usia Sekolah yang ada jumlah penduduk di Kabupaten Batang menurut tingkat pendidikannya mencapai 108.076 penduduk atau 15,47 % dari total jumlah penduduk kabupaten Batang (698.564 penduduk) yang terdiri dari 73.754 penduduk usia SD (7-12 tahun) dan 34.322 penduduk usia SMP (13-15) jiwa .

KONDISI FISIK DASAR KABUPATEN BATANG

Kondisi fisik dasar suatu wilayah mempunyai peran yang penting, karena dapat mengetahui faktor-faktor alami untuk mengetahui keadaan dan potensi yang ada di suatu kawasan sehingga dapat diketahui aktivitas yang sesuai di kawasan tersebut. Fisik alami yang ada di kawasan berfungsi sebagai wahana atau penampung aktivitas penduduk, sebagai suatu sumber daya alam yang cukup mempengaruhi perkembangan kawasan dan sebagai pembentuk pola aktivitas penduduk. Kondisi fisik dasar Kabupaten Batang yang perlu diperhatikan meliputi: letak geografis dan adminsitratif, kondisi topografi dan kelerengan, klimatologi, hidrologi, serta jenis tanah dan geologi.
3.2.1. Letak Geografis dan Administratif
Kabupaten Batang terletak di pesisir utara Provinsi Jawa Tengah dengan kondisi topografi yang sangat beragam terletak antara 006° 51’ 46’’ dan 007° 11’ 47’’ Lintang Selatan dan antara 109° 40’ 19’’ dan 110° 03’ 06’’ Bujur Timur. Dimana pada bagian utara Kabupaten Batang merupakan daerah pantai, bagian tengah merupakan dataran rendah dan bagian selatan merupakan daerah pegunungan.
Wilayah Kabupaten Batang memiliki luas 78.864,16 Ha. Secara administrasi batas wilayah Kabupaten Batang adalah
· Sebelah Barat : Kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan
· Sebelah Selatan : Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara
· Sebelah Timur : Kabupaten Kendal
· Sebelah Utara : Laut Jawa
Posisi tersebut menempatkan wilayah Kabupaten Batang, utamanya Ibu Kota Pemerintahannya pada jalur ekonomi pulau Jawa sebelah utara. Arus transportasi dan mobilitas yang tinggi di jalur pantura memberikan kemungkinan Kabupaten Batang berkembang cukup prospektif di sektor jasa transit dan transportasi.
Pembagian wilayah Kabupatan Batang sejak ditetapkannya Perda Kabupaten Batang No. 7 Tahun 2004 tentang Pembentukan Kecamatan di Kabupaten Batang, mengalami perubahan jumlah kecamatan dari 12 kecamatan menjadi 15 kecamatan dengan luas masing­-masing kecamatan dapat dilihat pada (Tabel 3-1 ). Kabupaten Batang memiliki 244 desa/kelurahan, 969 dukuh, 3.676 RT dan 1.036 RW. Luas wilayah secara keseluruhan 85.425,84 ha dengan wilayah terluas adalah kecamatan Blado (9.894.80) sedangkan wilayah terkecil adalah kecamatan Warungasem (2.470,97 ).

Gambar 3-1.Peta administrasi Kabupaten Batang
Tabel 3-1
Luas Wilayah Kabupaten Batang Berdasarkan
Perda Kabupaten Batang No.7 Tahun 2004

No
Kecamatan
Luas (Ha)
Prosentase (%)
1
Wonotunggal
5.245,65
6,14
2
Bandar
7.506,14
8,79
3
Blado
9.894.80
11,58
4
Reban
6.686,20
7,83
5
Bawang
7.765,88
9,09
6
Tersono
5.284,11
6,19
7
Gringsing
7.429,11
8,70
8
Limpung
3.583,65
4,20
9
Subah
8.879,42
10,39
10
Tulis
4.609,50
5,40
11
Batang
3.709,34
4,34
12
Warungasem
2.470,97
2,89
13
Kandeman
4.245,06
4,97
14
Pecalungan
3.555,28
4,16
15
Banyuputih
4.560,25
5,34

Jumlah
85.425,84
100
Sumber: RTRW Kabupaten Batang
3.2.2. Topografi dan Kelerengan
Keadaan topografi wilayah Kabupaten Batang terbagi atas tiga bagian yaitu pantai, dataran rendah dan wilayah pegunungan. Ada lima gunung dengan ketinggian rata-rata diatas 2000 m, yaitu :
Gunung Prau
tinggi 2565 dpal
Gunung Sipandu
tinggi 2241 dpal
Gunung Gajah Mungkur
tinggi 2101 dpal
Gunung Alang
tinggi 2239 dpal
Gunung Butak
tinggi 2222 dpal
Kondisi wilayah yang merupakan kombinasi antara daerah pantai, dataran rendah dan pengunungan di Kabupaten Batang merupakan potensi yang amat besar untuk dikembangkan pembangunan daerah bercirikan agroindustri. agrowisata dan agrobisnis. Wilayah Kabupaten Batang sebelah selatan yang bercorak pegunungan misalnya sangat potensial untuk dikembangkan menjadi wilayah pembangunan dengan basis agroindustri dan agrowisata. Basis agroindustri ini mengacu pada berbagai macam hasil tanaman perkebunan seperti : teh, kopi, coklat dan sayuran. Selain itu juga memiliki potensi wisata alam yang prospektif di masa datang.
Kabupaten Batang memiliki relief yang bervariasi, berupa dataran rendah, dataran tinggi dan berbukit dengan pegunungan landai hingga curam dan daerah pantai. Berdasarkan letak kemiringannya, wilayah Kabupaten Batang dapat dikelompokkan menjadi 4 kelas sebagai berikut:
a. Kelas lereng I (kemiringan 0 – 2 %) seluas 23,63%, dengan penyebarannya di sebagian Kecamatan Batang, Bandar, Warungasem, Tulis, Limpung, Gringsing dan Wonotunggal.
b. Kelas lereng II (kemiringan 2 – 5%) seluas 38,13%, dengan penyebarannya meliputi Kecamatan Wonotunggal, Bandar, Blado, Reban, Bawang, Tersono, Gringsing, Limpung, Subah, Tulis, Batang dan Warungasem
c. Kelas lereng III (kemiringan 15 – 40%) seluas 22,69% dengan penyebarannya meliputi sebagian wilayah Kecamatan Wonotunggal, Bandar, Blado, Reban, Bawang, Tersono, Gringsing, Limpung, Subah dan Batang
d. Kelas lereng IV (kelerengan > 40%) seluas 15,55%, dengan penyebarannya meliputi wilayah Kecamatan Wonotunggal, Bandar, Reban, Batang, Tersono dan sebagian kecil Gringsing, Limpung dan Subah. Kabupaten Batang dilihat dari letak ketinggian dari permukaan air laut, dibagi menjadi 5 wilayah ketinggian mulai dari 0 meter (pantai) sampai dengan 2.565 meter (pegunungan), yaitu:
1) Ketinggian 0 – 15 m, seluas 2,30%, meliputi di sebagian Kecamatan Batang, Gringsing dan Tulis
2) Ketinggian 15 – 100 m, seluas 7,20% meliputi wilayah Kecamatan Gringsing, Limpung, Subah, Tulis dan Batang
3) Ketinggian 100 – 500 m, seluas 73% meliputi sebagian Kecamatan Bandar, Blado, Reban dan Bawang
4) Ketinggian 500 – 1000 m, seluas 12,30% meliputi di sebagian Kecamatan Bandar, Reban, Blado dan Bawang
5) Ketinggian > 1000 m, seluas 5,20% meliputi di sebagian Kecamatan Blado, Reban dan Bawang.
3.2.3. Hidrologi
Secara hidrologis, Kabupaten Batang memiliki berbagai sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga, irigasi, industri, kemungkinan pembangkit tenaga listrik hidro dan obyek wisata air terjun.
3.2.4. Klimatologi
Iklim merupakan kondisi rata-rata dari semua peristiwa yang terjadi di atmosfer yang terdapat pada suatu daerah yang luas serta pada waktu relatif lama. Kabupaten Batang yang terletak di jalur Pantai Utara Pulau Jawa (Pantura) memiliki iklim tropis dengan jumlah hari hujan pada bulan Oktober-April dan musim kemarau pada bulan April-Oktober, dimana kedua musim ini silih berganti sepanjang tahun.
Curah hujan di wilayah Kabupaten Batang memiliki perbedaan yang cukup mencolok sepanjang tahun, yaitu :
a. Daerah atas (Kecamatan Wonotunggal, Bandar, Blado, Reban, Bawang dan Tersono) mempunyai curah hujan tahunan lebih tinggi, yaitu rata-rata 6.307 mm dengan jumlah hari hujan rata-rata 209 hari
b. Daerah bawah (Kecamatan Gringsing, Limpung, Subah, Tulis, Batang dan Warungasem) mempunyai rata-rata curah hujan lebih rendah, yaitu rata-rata 4.014 mm dengan jumlah hari hujan rata-rata 151 hari.
Dilihat dari curah hujan per tahun Kabupaten Batang terbagi dalam 4 zona, yaitu:
a. Curah hujan lebih dari 3.000 mm/tahun, meliputi sebagian besar : Kecamatan Bawang, Reban, Blado, Bandar dan Wonotunggal
b. Curah hujan antara 2.500 – 3.000 mm/tahun, meliputi sebagian : Kecamatan Tersono, Reban, Bandar, Subah dan Wonotunggal
c. Curah hujan antara 2.000 – 2.500 mm/tahun, meliputi sebagian : Kecamatan Tersono, Limpung, Subah, Tulis, Wonotunggal dan Warungasem
d. Curah hujan < 2.000 mm/tahun, meliputi sebagian besar : Kecamatan Tersono, Gringsing, Subah, Tulis, Warungasem dan Batang
Keadaan ini sangat mempengaruhi kegiatan masyarakat terutama kegiatan pertanian dan sebagai aktivitas dominan yang dilakukan penduduk. Kondisi iklim di Kabupaten Batang tergolong baik untuk pengembangan kegiatan pertanian sawah maupun tegalan atau kebun.
3.2.5. Jenis tanah
Jenis tanah di Kabupaten Batang dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis yang berbeda yaitu sebagai berikut:
1. Tanah Aluvial, terdapat di sebagian kecil Kecamatan Gringsing.
Tanah aluvial coklat tua, terdapat di Kecamatan Tulis, Subah dan Gringsing
2. Tanah Asosiasi Andosol dan Regosol Coklat, terdapat di Kecamatan Wonotunggal, Bandar, Blado, Reban, Bawang dan Gringsing.
3. Tanah Latosol Coklat, terdapat di Kecamatan Wonotunggal, Bandar, Blado, Reban, Bawang, Tersono, Limpung, Subah, Batang dan Warungasem
4. Tanah Asosiasi Latosol Merah dan Latosol Coklat, terdapat di Kecamatan Tersono, Gringsing, Limpung, Subah, Tulis, Batang dan sebagian kecil di Kecamatan Warungasem
5. Tanah Kompleks Latosol Merah Kuning dan Latosol, terdapat di Kecamatan Wonotunggal, Bandar, Bandar, Tulis, Batang dan Warungasem
6. Tanah Kompleks Podsolik Merah Kekuningan, Podsolik Kuning dan Regosol, terdapat di Kecamatan Tersono, Gringsing, Limpung dan Subah
3.2.6. Geologi
Secara garis besar pengolahan tanah yang terdapat di Kabupaten Batang terdiri dari endapan permukaan yang sebagian besar terdapat di sepanjang pantai utara dan batuan sedimen. Sebagian besar tanah terdiri dari breksi gunung api andesit muda, yaitu kurang dari 22,6% dari seluruh luas kabupaten.

SELAMAT DATANG

Selamat datang di Zona Komunitas Orang Batang. Kami merasa bangga anda mau berkunjung dalam situs ini. Bukalah jendela Kabupaten Batang pada Link" BATANG-BERKEMBANG". Sungguh menarik potensi daerah kami. Anda dapat berinvestasi di sini. Jangan lupa tinggalkan pesan dan sumbang pemikiran yang berguna bagi pembangunan di kabupaten Batang.

EKSPEDI STUDI PETERNAKAN ETAWA DI KARANGTURI-SLEMAN